Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Setya Novanto merasa difitnah karena sering disebut menerima uang dan keuntungan dari proyek pengadaan KTP-Elektronik (KTP-e).

"Sejumlah sumber mengatakan katanya Anda ikut arus perputaran uang?" tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat.

"Ini fitnah yang sangat kejam dari pihak-pihak yang berusaha untuk menyudutkan saya," jawab Setya Novanto (Setnov).

Setya Novanto menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang didakwa mendapat keuntungan 1,499 juta dolar AS dan Rp1 miliar dari proyek pengadaan KTP-e yang seluruhnya merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun.

"Kalau saya baca BAP Saudara ini sangat sumir sekali berkaitan dengan e-KTP, kemudian tadi Saudara menyampaikan juga orang-orang yang menyebut Anda dalam proyek e-KTP itu fitnah, apa upaya hukum Saudara sebagai pejabat negara, Ketua DPR, tidak melakukan upaya hukum terhadap fitnah itu?" tanya anggota majelis hakim Anwar.

"Kami selalu berusaha karena ini menyangkut nama baik saya dan membawa soal politik, menyudutkan saya, termasuk praperadilan jadi salah satu usaha meski saya tahu beberapa pihak yang berusaha membawa nama saya," tambah Setnov.

"Apakah pernah saat ribut-ribut dulu soal e-KTP, Ade Komarudin pernah mengingatkan Saudara melalui Ketua Umum Golkar, lalu ada pertemuan di rumah Ade Komarudin dan Anda mengatakan tidak ada masalah?" tanya hakim Anwar.

"Tidak benar, yang jelas saya sebagai ketua fraksi kadang-kadang kita datang melawat untuk membicarakan program-program ke depan. Biasa membicarakan masalah kefraksian, tapi tidak pernah saudara Ade mengatakan yang berkaitan dengan ini," jawab Setnov.

"Katanya Akom takut merembet ke partai?" tanya hakim Anwar.

"Tidak pernah," jawab Setnov.

Anggota majelis hakim M Idris M Amin juga menanyakan tentang keterangan Ganjar Pranowo dalam sidang sebelumnya bahwa dia pernah bertemu dengan Setya Novanto di bandara di Bali, di mana ketika itu Setya Novanto meminta Ganjar tidak perlu keras-keras saat membahas KTP-e.

"Tidak ada yang spesial menyangkut e-KTP dan pertemuan biasa saja karena kalau tidak salah mau saya dan dia mau buru-buru pergi," jawab Setnov.

"Mohon jujur karena Saudara sudah disumpah, Ganjar juga disumpah," tanya hakim M Idris M Amin.

"Tidak benar, itu ngarang Yang Mulia," jawab Setnov.

Setnov juga membantah mengenal Direktur PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, dan Direktur PT Biomorf Lone LLC Jonenes Marliem, yang disebut dalam dakwaan ikut membuat produk KTP-e.

Terkait hubungannya dengan mantan bendahara umum Partai Demorakt M Nazaruddin dan mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Setnov mengaku hanya kenal dalam rapat fraksi.

"Saya tahu Nazarudin dari Partai Demokrat, yang saya ketahui itu dan kalau tidak salah bendahara umum partai tapi tidak pernah kerja sama sedangkan Anas Urbaningrum saya kenal dulu sama-sama ketua fraksi tapi hanya bertemu di rapat-rapat fraksi," jawab Setnov.

Padahal dalam dakwaan Andi Narogong disebutkan bahwa pada Februari 2010, di Hotel Gran Melia, terjadi pertemuan antara Andi, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Angraeni dan Setnov.

Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahsan anggaran proyek KTP-e.

Sebagai tindak lanjutnya, Andi mengajak Irman menemui Setnov di ruang kerja Setnov di lantai 12 gedung DPR RI dan Setnov berjanji untuk menkoordinasikannya.

Pada September-Oktober 2011, di rumah Senov di Jalan Wijaya Kebayoran, Andi bersama Direktur Quadra Solutions Anang S Sudihardjo dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos bertemu Setnov. Setnov menginstruksikan agar proyek KTP-e dilanjutkan.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya DPR menyetujui anggaran KTP-e dengan rencana besar anggaran tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan bayaran kepada anggota DPR termasuk Setnov dan Andi Agustinus yang mendapat 11 persen atau Rp574,2 miliar serta sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri.



Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2017