Semarang (ANTARA News) - Penasihat hukum yang membela sembilan taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, yang diadili karena menganiaya juniornya, berpendapat bahwa kekerasan fisik oleh senior terhadap juniornya di pendidikan tinggi polisi itu bukanlah merupakan tindak pidana.

"Dalam rangka pembinaan, telah terjadi kekerasan fisik yang dilakukan terdakwa terhadap juniornya," kata kuasa hukum kesembilan terdakwa, Dwi Heru Wismanto, dalam sidang dengan agenda duplik di Pengadilan Negeri Semarang, Jumat.

Meski demikian, manurut dia, kekerasan yang dilakukan tersebut bukan menjadi tujuan atau menjadi kehendak terdakwa.

Kekerasan fisik yang dilakukan sembilan terdakwa masing-masing Joshua Evan Dwitya Pabisa, Reza Ananta Pribadi, Indra Zulkifli Pratama Ruray, Praja Dwi Sutrisno, Aditia Khaimara Urfan, Chikitha Alviano Eka Wardoyo, Rion Kurnianto, Erik Aprilyanto, dan Hery Avianto tersebut untuk memberikan pembinaan terhadap juniornya.

Berdasarkan keterangan para korban sendiri, lanjut dia, "pembinaan" yang dilakukan itu sendiri tidak merugikan bagi para korban.

Para terdakwa sekarang diancam dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP.

Penasihat hukum lainnya, H. Djuanedi menerangkan dalam pasal tersebut untuk menjerat tindak pidana yang berkaitan dengan ketertiban umum.

Bila dikaitkan dengan kasus yang menjerat para terdakwa, lanjut dia, tindak pidana yang didakwakan terhadap kesembilan terdakwa dilakukan di suatu tempat yang berada di kompleks Akpol.

Tempat tersebut, kata dia, bukan masuk dalam kategori tempat umum.

Atas berbagai fakta sidang yang telah diuraikan tersebut, dia meminta majelis hakim membebaskan para terdakwa dari hukuman.

Sebelumnya, sembilan taruna tingkat III Akpol Semarang tersebut dituntut hukuman 1,5 tahun penjara.

Vonis terhadap para terdakwa rencananya akan dibacakan pada tanggal 15 November 2017.

Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2017