Jakarta (ANTARA News) - Lapindo Brantas Incorporated (Inc) menolak permintaan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) agar perusahaan itu menunjukkan bukti surat dan laporan harian pengeboran ke depan persidangan. Kuasa hukum Lapindo, Ahmad Muthosim, usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, mengatakan, permohonan YLBHI sebagai penggugat yang meminta PT Lapindo sebagai turut tergugat untuk menunjukkan bukti di persidangan menyalahi hukum acara perdata. Sesuai dengan hukum acara perdata, Muthosim menjelaskan pihak penggugat adalah yang berkewajiban untuk membuktikan gugatan di persidangan. "Dalam hukum acara perdata sudah jelas bahwa ada suatu pasal yang menerangkan, siapa yang mendalilkan maka dia harus membuktikan," ujarnya. Jika YLBHI menyatakan PT Lapindo telah melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan semburan lumpur, kata Muthosim, maka YLBHI harus bisa menunjukkan bukti atas pernyataannya itu. "Bukan justru sebaliknya, kok dia justru minta kepada turut tergugat untuk tunjukkan bukti mengenai itu. Saya kira itu logika hukum yang terbalik," katanya. Lapindo, kata Muthosim, tidak akan menyerahkan bukti surat dan laporan harian pengeboran ke depan persidangan. "Apabila hakim meminta pun, masih kita lihat nanti. Karena itu menyalahi hukum acara perdata," ujarnya. YLBHI telah meminta Majelis Hakim yang menangani perkara gugatan semburan lumpur Lapindo untuk meminta Lapindo menunjukkan bukti surat dan laporan harian pengeboran ke depan persidangan. Taufik Basari dari YLBHI mengatakan, fakta insiden pengeboran yang menyebabkan semburan lumpur sebenarnya tercatat dalam laporan harian pengeboran Lapindo. Namun, menurut dia, dokumen itu hanya dimiliki oleh Lapindo. "Untuk pengungkapan fakta yang sebenarnya, maka Lapindo sebagai turut tergugat wajib menunjukkan dokumen ini di depan persidangan dan tidak lagi menutup-nutupi fakta yang ada," kata Taufik. Majelis Hakim yang diketuai oleh Muchfri menyatakan akan mempertimbangkan permintaan YLBHI itu mengingat agenda pembuktian belum berlangsung. YLBHI dalam repliknya menyatakan Lapindo selalu menyalahkan gempa tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 sebagai penyebab semburan lumpur agar terhindar dari tanggung jawab. Padahal, menurut YLBHI, Lapindo menutupi fakta adanya insiden pengeboran serta rangkaian antisipasinya sejak 27 Mei malam hingga 3 Juni 2006. Kesalahan Lapindo, menurut dia, diperkuat dengan adanya surat dari PT Medco Energy sebagai salah satu pemegang saham Lapindo, yang menyatakan bahwa Lapindo telah melakukan kecerobohan berat dalam insiden pengeboran. Surat No MGT-088/JKT/06 tertanggal 5 Juni 2006 yang ditujukan kepada Lapindo itu menyatakan adanya potensi persoalan akibat tidak terpasangnya casing dalam sumur sepanjang 5.447 kaki. "Dokumen ini dimiliki oleh Lapindo, dan untuk kepentingan umum serta pengungkapan kebenaran, selayaknya Lapindo menunjukkannya di muka persidangan," ujar Taufik.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007