Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan segera mengambil alih 100 persen kepemilikan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), yang mayoritas sahamnya kini dikuasai Jepang, tepatnya pada 2011. "Kita akan ambil alih dan tidak mungkin diambil kembali oleh Jepang karena kontraknya sudah habis," kata Sekretaris Kementerian Negara BUMN, Muhammad Said Didu, di Jakarta, Senin. Hingga kini, Inalum merupakan satu-satunya perusahaan lokal yang bergerak di sektor produksi aluminium. Komposisi kepemilikan sebesar 40 persen milik Indonesia dan 60 persen sisanya dimiliki oleh Jepang, atau tepatnya pemerintah Indonesia memiliki porsi 41,13 persen dam Nippon Asahan Alumunium (Jepang) sebesar 58,87 persen. Pada 2011 direncanakan seluruh kepemilikan Inalum akan berubah menjadi 100 persen milik Indonesia. "Inalum akan jadi BUMN dan industri ini amat prospektif meraup laba," kata Said. Saat ini kebutuhan dalam negeri untuk produk aluminium mencapai 200 ribu ton per tahun dan hingga kini defisit aluminium dipenuhi melalui impor dari Australia. Seperti diketahui, Inalum sempat dikabarkan akan dilikuidasi karena selama 30 tahun terus-menerus merugi. Namun, perusahaan yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 230 ribu-240 ribu ton alumunium per tahun itu berhasil menekan kerugian, dari 1,65 miliar dolar AS pada 2005 menjadi sekitar 900 juta dolar AS pada 2006 atau turun 750 juta dolar AS. Utilitas produksi perusahaan pada akhir 2006 lebih dari 100 persen tetapi keuangan perusahaan alumunium negara ini masih mengalami rugi akibat depresiasi nilai tukar atas utang modal sekitar 900 juta dolar AS. Kerugian Inalum yang begitu besar disiasati perseroan dengan meningkatkan penjualan aluminium batangan (ingot) guna membayar utang dalam dolar AS. Proyek Inalum yang dibangun pada 1982 didanai dengan pinjaman dalam mata uang yen. "Kalau digarap serius ini sangat prospektif," kata Said.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007