Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VI DPR, Didiek J. Rachbini, mengatakan bahwa pemerintah harus mengatur perdagangan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) di dalam negeri, agar tidak terjadi peningkatan harga minyak goreng yang signifikan di tengah harga internasional yang naik. "Kita tidak bisa punya prinsip liberal. Jangan dibiarkan pasar dengan harga liar seperti ini," ujarnya di Jakarta, Senin, ketika diminta tanggapan mengenai kenaikan harga minyak goreng dan penerapan kenaikan Pungutan Ekspor (PE) CPO dan turunannya pada akhir pekan lalu (15/6). Didiek mengatakan, bagi anggota DPR saat ini, pemerintah harus bisa mengendalikan harga minyak goreng di dalam negeri dengan cara apapun juga termasuk kenaikan PE, karena terkait dengan kebutuhan bahan kebutuhan pokok rakyat. "Minyak goreng itu dibutuhkan masyarakat, terutama pengusaha kecil yang jumlahnya cukup banyak. Kalau produsen (CPO) pasti dapat banyak untung, karena harga ekstra meningkat," katanya. Ia menilai kebijakan pemerintah menaikkan PE CPO dan turunannya merupakan satu tahapan yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri. Komisi VI DPR sendiri, kata dia, sudah meminta kepada pemerintah apabila PE tidak efektif, maka kewajiban memasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) harus diterapkan. "Misalnya setiap ekspor 10 ton CPO, wajib pasok satu ton untuk dalam negeri," katanya. Menanggapi apakah kebijakan pemerintah menaikkan PE CPO sebesar lima persen cukup efektif meredam ekspor CPO dan menambah pasokan CPO domestik, Didiek tidak mau berspekulasi. "Kita belum tahu. Ini harus dievaluasi. `Kan` baru dilaksanakan," katanya menanggapi kenaikan PE CPO yang diumumkan dan langsung berlaku pada 15 Juni 2007 itu. Ia mengakui, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri saat ini akibat naiknya harga CPO internasional. Sebagai produsen utama CPO di dunia, menurut dia, pemerintah harus bisa mengendalikan gairah ekspor CPO, serta mengendalikan harga CPO dan minyak goreng di dalam negeri agar terjangkau masyarakat banyak. "Pemerintah harus mampu memperlambat kenaikan atau menurunkan harga minyak goreng. Itu harus dilakukan," ujar Didiek. Selain itu, lanjut dia, yang tidak kalah penting, pada saat bersamaan masyarakat juga diberi alternatif minyak goreng lainnya di samping berbasis sawit, seperti jagung dan kelapa. "Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) di daerah juga harus aktif, termasuk pemda jangan melongo saja. Jadi lakukan kewajibannya, jika PE tidak selesai maka langsung lanjutkan ke DMO," ujarnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007