Dengan santai saya duduk, dengan mata tertutup saya berpandang ke dalam hati kepada satu titik di cakra jantung dan melepaskan semua otot-otot di badan saya, kaki, tangan dan semua jari jemari saya. Saya ambil nafas dengan tenang dan teratur, saya sampingkan semua pikiran-pikiran yang ada di dalam pikiran saya. Bayangkanlah diri anda sebagai seorang yang telah lelah dan jenuh mencari makna kehidupan di dunia ini. Bayangkanlah diri anda yang jemu melihat dunia ini hanya sebagai tarikan-tarikan persoalan senang dan sedih, berhasil dan gagal, mendapatkan keuntungan dan kebahagiaan. Demikian pula dengan berbagai tekanan kehidupan, hantaman kesedihan dan terpaan penderitaan anda. Tanpa menyadarinya telah terbawa tanpa daya oleh pusaran kehidupan dunia. Betapa banyak manusia yang karam dalam lautan kehidupan ini, betapa banyaknya manusia yang tidak mengenal diri, betapa banyaknya manusia yang tidak mendapat pencerahan serta kemudahan-kemudahan. Mereka semua terjebak dalam kehidupan dualisme. Mereka teraniaya, tersiksa, serta menderita hidupnya, mereka tidak mendapatkan guru yang menyayangi serta membimbing mereka agar mereka selamat dalam menjalani kehidupan ini. Pada suatu titik anda tersadar, apa makna dari semua ini, apakah kehidupan hanyalah sekedar pergantian episode senang dan sedih, baik dan buruk, makan, tidur, main, bekerja, dan sex saja hingga datang saat kematian kelak. Apakah benar tidak ada makna yang lebih hakiki daripada sekedar menggapai kesuksesan semu? Serta memiliki pendapatan yang cukup untuk hidup senang dan mempersiapkan bekal pendidikan anak-anak atau menggapai suatu bayangan dari cita-cita yang akan pudar? Bukankah itu berarti kita juga hanya mengarahkan anak-anak kita menuju pengulangan-pengulangan tanpa makna yang persis sama dengan yang kita jalani. Sebuah rutinitas kehidupan yang juga akan memerangkap mereka, sama seperti kita yang telah terperangkap di dalamnya. Ingat, kita ini bukan mesin atau robot, dimana rasa hidupmu? Dimana rasa keceriaanmu? Dimana kebahagiaanmu? Dimana ketenanganmu? Dimana kedamaianmu? Semua yang engkau raih dan diwujudkan serta engkau capai semua keinginanmu malahan telah menjebakmu dan memperbudakmu! Dimana kemerdekaanmu? Dimana kebebasanmu? Dimana? Dimana semua itu??? Bayangkan ketika anda tersadar bahwa agama yang selama ini diberikan dan diwariskan dari orang tua dan leluhur anda serta diajarkan pada anda hanyalah ritual tanpa makna batin. Bahwa agama seakan-akan hanya seleksi untuk masuk surga atau neraka berdasarkan banyaknya pahala atau hanya sekedar warisan atau sekedar turun temurun tanpa bukti kebenarannya di dalam kehidupan anda. Buku-buku yang anda baca, semuanya langsung menjelaskan cara, tanpa menerangkan landasan paling fundamental, apa arti semua ini sebenarnya. Apakah kehidupan hanya sedangkal ini hingga kematian kelak. Didiktekan kepada anda bahwa manusia diciptakan untuk apa, untuk ibadahkah? Berbakti kepada Tuhan kah, atau apa. Apakah Tuhan masih memerlukan sesuatu dari anda? Kalau Tuhan masih memerlukan sesuatu dari anda berarti Tuhan masih kekurangan. Padahal, Tuhan yang sebenarnya tidak membutuhkan apapun. Apakah engkau mencari-cari Tuhan, kemana engkau mencariNya, dimana alamatNya, bagaimana caranya sampai ke sana, engkau akan kebingungan. Ada orang mengatakan, carilah Tuhan di dalam dirimu, setelah engkau mencoba mengenal, memasuki dirimu? Bagaimana rasa dan hasilnya, ternyata susah sekali untuk mengenal dan menguasai diri sendiri itu. Engkau akan terjebak oleh semuanya itu. Engkau mulai mengerti bahwasanya dirimu telah terpenjarakan oleh semua hal itu. Bagaimana bisa menemukan Tuhan mu yang ada di dalam diri, jika engkau sendiri tidak bisa tenang dan damai dengan diri sendiri. (Bersambung) *)Penulis adalah pencetus Gerakan Revolusi Hati Nurani, sekaligus pendiri Yayasan Sirnagalih yang aktif membina peningkatan kualitas diri manusia.

Oleh Oleh Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007