Yogyakarta (ANTARA News) - Tayangan infotainment yang semakin marak di sejumlah stasiun televisi bukan karya jurnalistik, karena topik yang dipilih dan tujuan tayangan itu tidak mencerminkan karya jurnalistik. "Karya jurnalistik harus memenuhi beberapa persyaratan, sementara tayangan infotainment di televisi tidak memenuhi persyaratan jurnalistik," kata pakar komunikasi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masduki, Minggu. Ia menyebutkan syarat pertama sebuah karya jurnalistik adalah harus menampilkan fakta yang benar-benar terjadi, bukan sekedar informasi yang dibuat-buat. "Sedangkan infotainment idenya dibuat sendiri kemudian digosipkan, dan gosip itu nantinya ditanyakan kepada narasumber yang biasanya kalangan selebritis," katanya. Syarat kedua, yakni berita yang dihasilkan harus berorientasi pada kepentingan orang banyak, bukan hanya untuk kalangan tertentu. "Infotainment hanya mengusung masalah pribadi selebritis dan mengusik privasi seseorang. Bahkan terkadang berdampak pada rusaknya keharmonisan rumah tangga selebritis," kata dia. Kemudian syarat ketiga yang harus dipenuhi sebagai karya jurnalistik adalah harus bertujuan untuk mencerahkan pemikiran orang banyak. Misalnya untuk membangkitkan semangat masyarakat yang terlanda bencana. Sedangkan infotainment dibuat hanya berorientasi pada pemberitaan yang menjual, serta keinginan untuk memperoleh keuntungan berlipat. Menurut dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UII ini, media massa termasuk televisi selain memberi informasi juga berkewajiban memberi hiburan bagi masyarakat penonton, namun harus berdampak positif, misalnya memberitakan prestasi seorang artis. "Seharusnya tayangan infotainment memberi hiburan semacam itu, sehingga masyarakat penonton memperoleh wacana serta pemikiran yang rileks dan nyaman," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007