Singapura (ANTARA News) - Peringatan atas semakin melebarnya kesenjangan pendapatan antara negara kaya dan miskin di Asia muncul, sehubungan gap tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan sosial dan politik, demikian terungkap dalam pertemuan antara pemimpin politik dan bisnis penting, Senin. "Ada (negara-red) Asia yang tumbuh dengan cepat dan ada (negara-red) Asia yang harus berjuang keras untuk maju," ujar Direktur Pelaksana Bank Pembangunan Asia (ADB), Rajat Nag, dalam Forum Ekonomi Dunia tentang Asia Timur. Ini "menciptakan akar ketegangan sosial dan politik yang sebenarnya dapat mengancam kelangsungan kesejahteraan di kawasan ini," katanya, seperti dilaporkan DPA. Perwakilan dari 25 negara menghadiri hari terakhir konferensi yang ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai risiko yang muncul pada 10 tahun setelah krisis finansial Asia Timur yang diawali di Thailand pada 1997. "Kedua sisi Asia yang kita lihat sekarang ini harus bisa dipadukan," ujar Nag. Sekitar 19 miliar penduduk Asia hidup dengan mengandalkan pendapatan kurang dari 2 dolar AS sehari. Lebih dari 2 miliar penduduk hidup tanpa akses sanitasi dan air bersih yang memadai. Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo mengatakan jurang yang semakin melebar itu akan menjadi perhatian utama bagi banyak pengambil keputusan. "Masalah-masalah ini akan terkonsentrasi di daerah perkotaan," kata Yeo. "Perkotaan dapat menjadi bukti bersinar dari globalisasi atau lahan subur kekerasan, kejahatan, ekstrimisme, dan ketakutan." Pembicaraan perdagangan Putaran Doha yang terhambat juga dianggap beresiko terhadap ekonomi Asia. Para pemerintahan dan pelaku bisnis yang menghambat terciptanya kemajuan dalam pembicaraan itu tampaknya lupa kalau perdagangan bebaslah yang membawa kemakmuran yang kini dinikmati dunia, kata Neville Isdell, Ketua dan CEO Coca Cola Company. "Perdagangan bebas adalah faktor yang menyebabkan ekonomi global tumbuh," katanya. Sebuah upaya untuk kembali memulai negosiasi dalam rangka pembicaraan perdagangan pekan lalu kembali menemui jalan buntu. Asia perlu melihat kembali peranannya dalam membantu menciptakan keseimbangan global, kata Menteri Keuangan Thailand Chalongphob Sussangkarn. "Mungkin masih ada sikap apatis atau perasaan pasrah," katanya. "Namun pada akhirnya saya kira ini menjadi isu terutama di Asia Timur yang menyimpan sebagian besar devisa dunia." (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007