Jakarta (ANTARA News) - UU Partai Politik seharusnya juga mengatur mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Partai Politik (APBP) yang mengaturannya secara lebih rinci ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP). "Kurang lebih sama dengan APBD dalam pemerintahan daerah. Dalam partai istilahnya APBP untuk acuan penerimaan dan pengeluaran partai politik," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Fahmi Badoh di Kantor ICW Jakarta, Selasa. Fahmi mengatakan, APBP dimaksudkan untuk mengetahui sumber-sumber penerimaan yang sah seusai dengan undang-undang dan belanja sesuai dengan pelaksanaan kewajiban atau fungsi partai politik sesuai aturan yang berlaku. Ia menjelaskan, dikhawatirkan jika tidak ada aturan mengenai anggaran pendapatan dan belanja partai, dapat mendorong pemborosan, karena banyak daerah yang menyelewengkan subsidi untuk partai politik. "Yang seharusnya untuk kepentingan parpol, justru digunakan untuk fasilitasi parpol seperti beli mobil dan tunjangan jalan-jalan," katanya. Fahmi menjelaskan, pengaturan anggaran pendapatan dan belanja parpol diharapkan juga dapat mengatur dana sumbangan kandidat pilpres dan pilkada yang kerap sangat besar tetapi tidak transparan. "Jika kondisinya seperti ini, dikhawatirkan justru menjadi jebakan dan bumerang bagi partai politik," katanya. Ia mencontohkan, pada prakteknya, sumbangan dari politisi baik di DPR dan DPRD tidak diatur batasan sumbangan secara akumulatif. "Rata-rata sumbangan dari politisi DPR/DPRD minimal 40 persen dari gaji bulanan," ujarnya. ICW sendiri melihat, pasal-pasal dalam RUU Politik yang mengatur keuangan parpol banyak menyimpan kekurangan, terutama dalam hal akuntabilitasnya. Fahmi menjelaskan, anggaran pendapatan dan belanja parpol tersebut, harusnya tidak hanya parpol baru, tapi juga berlaku bagi partai yang sudah berdiri atau terbentuk. "Dengan anggaran yang terencana, keuangan parpol dapat lebih terukur, akuntabel, dan transparan," demikian Fahmi Badoh.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007