Semarang (ANTARA News) - Transaksi elektronik melalui teknologi informasi segera memiliki payung hukum setelah pembahasan Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) ini kini berada di panitia kerja (panja), yang secara khusus membahas pasal-pasal substantif RUU ini. Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU ITE, Suparlan, di Semarang, Kamis, mengatakan setelah RUU dikaji di tingkat panja, pembahasan dilanjutkan ke rapat panitia perumus, yang akan menyusun rumusan terakhir RUU ITE. "Jika semuanya berjalan lancar, RUU ITE pada Agustus 2007 sudah bisa diundangkan," kata Suparlan, di sela sosialisasi RUU ITE di Semarang. Menurut dia, meskipun transaksi keuangan melalui sistem informatika setiap hari mencapai triliunan rupiah, seperti melalui anjungan tunai mandiri (ATM), kartu kredit, dan sistem transaksi elektronik lainnya, hingga hari ini Indonesia memiliki payung hukum yang mengatur masalah tersebut. UU ITE, kata Suparlan, kelak menjadi payung hukum bagi semua aktivitas pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia, yang di dalamnya juga mengatur sanksi pidana dan perdata (denda) bagi pelanggar. "Karena UU ITE belum ada, maka menimbulkan kesulitan aparat penegak hukum dalam hal pembuktian dengan menggunakan alat bukti elektronik di pengadilan. Karena itu, diperlukan ketentuan yang komprehensif yang juga mengakui alat bukti elektronik," katanya. Politikus PDIP tersebut meminta pemerintah segera menyiapkan aparat penegak hukum yang paham tentang sistem informasi, sehingga ketika menangani kasus kejahatan dunia maya (cyber crime) tidak kesulitan menangani perkara ini. "DPR minta pemerintah tidak hanya memiliki komitmen untuk menyelesaikan RUU ITE, tetapi juga kemauan kuat dalam implementasinya. Siapkan hakim, jaksa, dan polisi dengan membekali mereka pengetahuan teknologi informasi," katanya. Di tempat sama Dirjen Komunikasi dan Informatika Depkominfo, Cahyana Ahmadjayadi mengemukakan bila RUU ITE kelak disahkan, maka hal itu juga berlaku di negara-negara yang menganut rezim "cyber law", sebab RUU ITE menganut asas "extra territorial juridiction" atau lintas negara. "Dandi Firmansyah, pengacau situs KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada Pemilu 2004 tidak bisa dihukum karena memang belum ada payung hukumnya," katanya. Ia menegaskan pasal-pasal dalam RUU ITE mengatur secara khusus perbuatan-perbuatan hukum yang ada di dunia maya atau yang berkaitan dengan penggunaan teknolgi informasi. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007