Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menargetkan menyelesaikan tiga kasus kakap dari delapan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang memiliki nilai kerugian negara di atas Rp10 triliun. "Yang tiga ini merupakan kasus besar. Jadi kita dahulukan," ujar Jaksa Agung Hendarman Supandji di sela-sela rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Kamis (28/6). Tetapi Hendarman tidak merinci tiga kasus BLBI yang dimaksud, termasuk siapa koruptor terkait dan hanya berjanji, sebelum 22 Juli 2007 (Hari Bhakti Adyaksa) mendatang pihak Kejaksaan Agung akan mengumumkan ke publik. Namun informasi yang beredar di kalangan wartawan, sejumlah nama yang dibidik Kejaksaan seperti Syamsul Nur Salim dan Salim Group. Berdasarkan catatan, Salim Group juga merupakan salah satu penerima Surat Keterangan Lunas (SKL). Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan, nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke BPPN untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp19,38 triliun dari Rp52,72 triliun yang harus dibayar. Hendarman mengakui, kejaksaan memiliki kemampuan yang terbatas dalam menuntaskan seluruh kasus BLBI, karena itu dia saat ini memfokuskan lebih dulu pada tiga kasus besar. Selain itu, penyidik juga menjadi fokus dalam bekerja, apalagi jumlah anggota tim yang dibentuk hanya 35 orang. Diharapkan, dengan memfokuskan pada tiga kasus lebih dulu, target penyelesaian bisa maksimal. Menurut Hendarman, para penyidik itu akan mengusut kasus BLBI dari sisi prosedur yang dilakukan para debitor untuk mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL). Pihaknya tidak akan mengusut soal kebijakan dikeluarkannya SKL. "Jika SKL itu keluar dengan menggunakan aset bodong. Itu yang akan kami usut," katanya. Sebab, jika dengan aset bodong, tentu hal itu diduga merupakan tindak pidana korupsi. Sementara itu anggota Komisi III, Gayus Lumbuun mengatakan, kebijakan penerbitan SKL tidak bisa dipersalahkan, namun jika memang ada prosedur yang salah, seharusnya diusut sebagai tindakan korupsi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007