New York (ANTARA News) - Asia telah mencatat perbaikan yang mengesankan dalam penurunan kemiskinan dalam fase pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, namun juga menghadapi risiko kesenjangan di antara negara-negara di dunia, demikian menurut laporan tahunan PBB yang diterbitkan baru-baru ini di New York. "Asia Timur dan Tenggara, terutama mengalami penurunan kemiskinan yang mengesankan," ungkap laporan MDG 2007 setebal 36 halaman, yang mendefinisikan kemiskinan sebagai hidup dengan kurang dari satu dolar AS per hari. Penurunan terbesar dilaporkan terjadi di Asia Timur, yang jumlah penduduk yang hidup dalam kemiskinan turun dari 33 persen pada 1990 menjadi 9,9 persen pada 2004. Di Asia Tenggara, persentasenya turun menjadi 6,8 persen pada 2004 dari 20,8 persen pada 1990. Dia Asia Selatan, termasuk India, jumlahnya turun dari 41,1 persen pada 1990 menjadi 29,5 persen pada 2004. "Pertumbuhan ekonomi cepat" India juga membantu Asia Selatan untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan milenium (MDG), yang mengharuskan penurunan hingga separuh angka kemiskinan pada 2015. Laporan itu juga mencatat kemajuan dari komitmen-komitmen yang dibuat negara-negara di dunia pada 2000 ketika mereka menyusun delapan kerangka MDG. Sebagai tambahan dari tujuan pertama tentang kemiskinan, target lainnya yaitu, meningkatkan tingkat pendidikan dasar; mengupayakan persamaan gender dan peningkatan peran wanita; mengurangi kematian bayi; memperbaiki kesehatan ibu melahirkan; memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya; menjamin kelestarian lingkungan; dan mengembangkan kerjasama global untuk pembangunan. Meskipun demikian, kecenderungan positif penurunan kemiskinan diikuti oleh kenaikan kesenjangan diantara negara-negara di dunia. Asia Timur mengalami kenaikan yang paling drastis dalam kesenjangan pendapatan - dimana, persentase pendapatan penduduk paling miskin dibanding jumlah penduduk turun dari 7,1 persen pada 1990 menjadi 4,5 persen pada 2004. "Pelebaran kesenjangan pendapatan menjadi salah satu perhatian utama Asia Timur, dimana tingkat konsumsi penduduk paling miskin turun dramatis dalam periode (1994-2004) ini," ungkap laporan itu, seperti dikutip Kyodo. Kesenjangan terbesar, menurut laporan itu, ditemukan di Amerika latin dan Kepulauan Karibia, serta kawasan Sub-Sahara Afrika, karena penduduk paling miskin hanya memperoleh tiga persen konsumsi nasional. Data laporan tersebut juga menunjukkan bahwa jalan Asia menuju MDG mungkin terhambat oleh berbagai hal, seperti kesehatan, kelestarian lingkungan, dan kesetaraan gender. Asia juga mengalami hambatan di sisi kesetaraan gender dengan sedikitnya partisipasi wanita dalam pekerjaan, dan mereka terus mengalami mutu layanan kesehatan yang rendah. Di Asia Selatan, tingkat partisipasi wanita di lapangan kerja nonpertanian naik dari 13 persen menjadi 18 persen pada 1990-2005. Ini menjadi tingkat persentase terendah bagi wanita pekerja, diluar pekerjaan pertanian di dunia. Di dunia politik dan pemerintahan, laporan itu juga menemukan adanya kenaikan moderat pada partisipasi wanita di parlemen dari enam persen pada 1990 menjadi 13 persen pada 2007. Asia Tenggara mencatat kenaikan sebesar tujuh persen pada periode yang sama, sementara Asia Timur mengalami penurunan satu persen menjadi 18 persen pada periode yang sama. Hal yang menjadi perhatian lainnya adalah risiko kehilangan lahan hutan, yang telah terjadi dalam jumlah besar di kawasan dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, termasuk Asia Tenggara, Oseania, Amerika Latin, dan kawasan Sub Sahara Afrika, yang berkontribusi pada kenaikan emisi rumah kaca. Di kawasan Asia Tenggara dan Afrika Utara, kenaikan emisi serupa melebihi 50 persen pada rentang waktu 1990-2004. Namun, di kawasan selain Asia, perkembangan MDG beragam dan beberapa pejabat akan bisa mencapai target-target tersebut. "Hasil yang ditunjukkan dalam laporan ini mengindikasikan bahwa telah ada kemajuan dan kesuksesan bisa dicapai di sebagian besar kawasan di dunia," kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dalam kata pengantar laporan itu. "Namun laporan itu juga mengindikasikan bahwa masih banyak yang harus dilakukan," kata Sekjen PBB dari Korea Selatan itu. Sekjen PBB juga menunjukkan kegagalan beberapa negara maju memenuhi komitmen mereka memberikan pendanaan dalam kerangka kemitraan bersama untuk pembangunan. Hanya Denmark, Luksemburg, Belanda, Norwegia, dan Swedia berhasil mencapai atau melebihi target PBB menyediakan 0,7 persen PDB mereka untuk bantuan pembangunan. "Penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memenuhi komitmen yang telah dibuat," demikian Ban. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007