Jakarta (ANTARA News) - Kontraktor proyek infrastruktur PT Waskita Karya Tbk untuk sementara memutuskan untuk memasang ginder nonstandar dengan panjang lebih 40 meter pada siang hari hingga pukul 17.00 WIB, menyusul dihentikannya sementara pengerjaan proyek infrastruktur berisiko tinggi, terutama jalan layang, guna dilakukan evaluasi oleh pemerintah.

"Kita akan pasang girder nonstandar hanya sampai pukul 17.00 WIB saja," kata Direktur Operasional II PT Waskita Karya Tbk Nyoman Wirya Adnyana dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 di Jakarta, Kamis, yang juga dihadiri Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarief Burhanuddin dan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri.

Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga dapat berupa "pier" ataupun "abutment" pada suatu jembatan atau jalan layang (fly over). Umumnya girder merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk kotak/boks (box girder), atau bentuk lainnya.

Menurut Nyoman, secara umum girder terbagi dua yakni standar dengan panjang maksimal 40 meter dan non standar di atas 40 meter.

Nyoman juga menyebut, dari sejumlah proyek infrastruktur jalan tol yang ditangani perseroan dan tersebar di seluruh Indonesia saat ini sepanjang 1.300 kilometer, memerlukan ginder 13.000 unit dan yang terpasang baru sekitar 7000.

Terkait dengan kejadian pada Senin dini hari (21/2) di Tol Becakayu, Nyoman mengaku, memang dalam pemasangan girder banyak hal yang harus diperhitungkan, misalnya kecepatan angin, gerakan crane harus seimbang, titik duduk girder harus diapit dan lainnya.

"Segala yang terkait dengan aspek dan faktor `safety` harus diperhitungkan," katanya.

Saat didesak kemungkinan penyebab kejadian tersebut karena lebih dominan aspek pekerja atau teknis, Nyoman mengaku, itu kewenangan dari Komite Keselamatan Konstruksi. "Sekarang masih dalam proses investigasi dan evaluasi oleh KKK," katanya.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sendiri sebelumnya memperkirakan penghentian sementara pekerjaan konstruksi berisiko tinggi terutama pekerjaan konstruksi layang dan beban berat hanya akan berlangsung selama dua pekan.

"Maksimal dua pekan, jika memungkinkan lebih cepat lebih baik dan itu tak mempengaruhi target pembangunan infrastruktur," kata Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarief Burhanuddin dalam kesempatan yang sama.

Menurut Syarief yang juga Ketua Komite Keselamatan Konstruksi (KKK), proses verifikasi dan klarifikasi terhadap dokumen sejumlah proyek akan dilakukan setiap hari, termasuk pada hari libur Sabtu dan Minggu. "Jika sudah memenuhi syarat, langsung bisa dirilis dan disetujui untuk diteruskan, seperti proyek Jembatan Holtekam Papua, sehari setelah dihentikan, sudah bisa diteruskan," katanya.

Dia juga menegaskan bahwa yang dilakukan pemerintah bukanlah moratorium tetapi penghentian sementara terhadap pekerjaan konstruksi layang dan beban berat seluruh proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Penghentian sementara, kata Syarief, dilanjutkan dengan evaluasi oleh Komite Keselamatan Konstruksi mulai dari desain, prosedur operasi standar (SOP), metode kerja, sumber daya manusia, peralatan termasuk memperketat pengawasan.

"Untuk pekerjaan konstruksi bukan layang seperti pengaspalan, rigid pavement, pembersihan lapangan dan pembangunan

infrastruktur lainnya terus dilanjutkan," katanya.

Syarief juga memastikan bahwa terdapat delapan kriteria pekerjaan konstruksi layang yang dihentikan sementara, yakni pekerjaan menggunakan balok/gelagar-I beton langsing, sistem "hanging scaffolding", "balance cantilever precast"/in situ, "launcher beam/frame", pekerjaan dengan tonase besar, pekerjaan yang mempunyai rasio kapasitas angkat terhadap beban kurang dari lima, pekerjaan dengan faktor keamanan sistem bekisting kurang dari empat dan pekerjaan menggunakan sistem kabel.

Oleh karena itu, katanya, kepada para pemilik proyek yang dihentikan itu, diminta untuk aktif melaporkan apa saja yang sudah mereka lakukan untuk memenuhi kriteria dan selanjutnya akan dilakukan pengecekan ke lapangan.

"Kami memiliki 70 orang anggota KKK yang bertugas melakukan pengecekan ke lapangan. Evaluasi tidak dilakukan bersamaan tergantung pemilik proyek yang sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan dan keluarnya rekomendasi," katanya.

Evaluasi penyegaran

Menurut Syarief Burhanuddin, evaluasi tidak akan menghambat pekerjaan konstruksi di lapangan, namun dengan evaluasi meningkatkan keamanan dan keselamatan konstruksi.

"Di sini lah diperlukan kehati-hatian. Jangan kita ingin cepat namun pada akhirnya menjadi lebih lama karena adanya kejadian kecelakaan konstruksi," jelasnya.

Syarief Burhanuddin menambahkan para pekerja bisa saja berkurang disiplinnya karena sudah ratusan kali melakukan pekerjaan serupa.

Oleh karenanya, kata dia, penghentian sementara menjadi waktu bagi penyegaran, perbaikan suasana kerja dan peningkatan kompetensi melalui adanya pembekalan kembali mengenai keamanan dan keselamatan konstruksi.

Dia juga memastikan bahwa percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia akan senantiasa dievaluasi dari waktu ke waktu, dari

kejadian ke kejadian berikutnya dan pihaknya berharap kejadian kecelakaan konstruksi tidak terjadi lagi.

"Pekerjaan konstruksi infrastruktur di Indonesia tetap dengan tiga shift kerja yakni tiga kali delapan jam," katanya.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018