Jakarta (ANTARA News) - Persoalan sosialisasi, relawan hingga lalu lintas masih menjadi pekerjaan rumah Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC) untuk menyukseskan pesta olahraga multicabang negara-negara Asia tersebut.

Asisten Keuangan INASGOC sekaligus Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S. Dewa Broto, yang ditemui di Jakarta, Rabu, mengatakan sosialisasi soal Asian Games masih menjadi pekerjaan rumah karena rendahnya pengetahuan masyarakat terkait ajang olahraga terbesar di Asia ini.

"Ini masalah tersendiri, masih banyak orang menilai jika Asian Games ini seperti Sea Games hanya lingkup Asia Tenggara saja, padahal ini pesta akbar seluruh Asia. Kemudian tempat penyelenggaraan juga lebih banyak diketahui ada di Jakarta saja, padahal Palembang dan Jawa Barat juga menjadi lokasi penyelenggara," kata Gatot.

Untuk lebih menggaungkan Asian Games, Gatot mengatakan pemerintah meminta kantor-kantor milik kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan kantor-kantor lainnya mendukung pergelaran empat tahunan tersebut dengan memasang banner-banner Asian Games, termasuk di jalan-jalan strategis.

"Selain itu, bagi para mereka yang berasal dari kementerian dan lembaga yang berdinas ke luar negeri, kami juga minta membawa selebaran Asian Games untuk dibagikan saat kunjungan kerja," ucap dia.

Untuk persoalan relawan (volunteer) Gatot menjelaskan kekurangan di bidang ini, adalah masih banyak ditemukannya relawan yang tidak faham mengenai tugas dan fungsinya, termasuk dalam memberikan arahan kepada kontingen negara asing.

"Saya dapat laporan memang banyak seperti itu. Ini terlihat ketika turnamen uji coba atau test event Asian Games 2018 pada Februari lalu," ucap Gatot.

Kendati demikian, Gatot menyebut hal tersebut kemungkinan karena para relawan tersebut mengalami gugup dan tegang, selain kemungkinan ada faktor dari terpilihnya para relawan tersebut.

Untuk itu, salah satu jalan keluarnya, nantinya para relawan akan diberi pendampingan dari psikolog agar tidak gugup dan kaget ketika menghadapi kendala selama Asian Games dihelat.

"Kami ada psikolognya. Tidak hanya sendiri, tapi ada beberapa psikolog. Itu untuk menangani bagaimana volunteer bertindak, karena nanti tekanannya tinggi, selain itu kekecewaan kontingen pasti juga tinggi, jadi volunteer adalah orang pertama yang kena omel. Jadi, kami menyiapkan mereka seperti kondisi dalam berperang, yakni kondisi yang tidak sehat secara psikologis," ucap Gatot.

"Namun harus diingat relawan yang ada saat ini, sebetulnya yang terbaik karena seleksi ketat dengan rasio kompetitif. Kalau performa selama test event dirasa kurang, kemungkinan tidak diikutkan, tapi tidak sampai dengan jumlah drastis. Kami juga berikan modul-modul persiapan sambil menyiapkan apa yang harus dilakukan saat ini hingga bisa mendapatkan hasil terbaik," ujarnya.

Pekerjaan rumah besar lainnya, adalah mengenai lalu lintas Jakarta yang menurut Gatot masih tetap memperoleh nilai "merah" sejak tahun lalu.

Sebagai jalan keluar, penyelenggara memiliki sedikitnya empat solusi yang pertama adalah penutupan jalan yang melingkari kawasan Gelora Bung Karno (GBK), kedua memberlakukan Asian Games Lines menggunakan jalur Trans Jakarta, ketiga sterilisasi jalur tol yang digunakan atlet dan ofisial dan terakhir skema pengaturan jam masuk dan keluar kerja karyawan perkantoran serta kemungkinan libur sekolah pada saat dihelat Asian Games 2018 Agustus mendatang.

"Harus diakui kami masih memiliki beberapa kekurangan dan salah satunya adalah soal lalu lintas ini yang masih merah nilainya. Tapi, the show must go on, kami terus lakukan perbaikan hingga bisa memperoleh hasil maksimal saat pergelaran," ucap Gatot.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2018