Batam (ANTARA News) - Proteksi produk garmen dalam negeri Malaysia memberatkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia yang hendak mengekspor ke negeri jiran itu. "Pajak masuknya 30 persen. Besar sekali, bagaimana mau ekspor, sementara persaingan harga ketat," kata pemilik Fidha Bordir, Ida Robby pada ASEAN Small dan Medium Enterprise Expo di Batam, Sabtu. Ida, yang baru pulang dari pameran di Johor mengatakan busana dan kerudung miliknya dikenakan pajak 30 persen saat memasuki bea cukai di pelabuhan di Malaysia. Padahal, sambung Ida, peminat bordir asal Pasuruan di Malaysia banyak. "Pasarnya besar, waktu pameran saja, barang jualan saya laku semua. Tapi harga di pameran tidak masuk biaya transportasi, karena dibantu pemerintah," katanya. Menurut Ida, jika biaya ransportasi dimasukkan ke harga jual, akan sulit menembus pasar Malaysia, karena tidak bersaing dengan produk lokal. Sementara itu, staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru Hendra Hariadi membenarkan bahwa Malaysia memproteksi produk garmen dalam negeri. "Malaysia melindungi produk garmen mereka, sehingga pajak impor garmen tinggi," katanya. Namun, ia mengatakan KJRI dapat membantu UKM yang ingin mengembangkan usaha di Malaysia. "Kita bisa mengusahakan pengurangan pajak, apalagi untuk pajak barang-barang pameran," katanya. Ia mengatakan KJRI juga dapat mencarikan rekanan UKM Indonesia di Malaysia. "Untuk mengembangkan usaha di Malaysia harus pakai rekanan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007