Jakarta (ANTARA News) - Forum Komunikasi Calon Notaris Indonesia (FKCNI) tetap mempertanyakan permberlakuan Permenkumham Nomor 25 Tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris (UPN) yang seharusnya mulai berlaku terhitung sejak 21 Maret 2018.

Namun calon notaris yang sudah mengikuti Ujian Kode Etik Notaris (UKEN) sejak sebelum pemberlakuan permen tersebut dan tinggal mendapatkan SK pengangkatan, dikenakan permenkumham tersebut hingga diklaim telah merugikan sekitar lima ribu calon notaris.

Permenkumham dapat dikategorikan menggunakan asas rektroaktif karena jelas dalam permenkumham tersebut dalam pasal 25 menyebutkan bahwa peraturan menteri ini mulai berlaku setelah 4 bulan sejak diundangkan, kata inisiator tim 11+1 FKCNI, Yendrik Ershad kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Dalam pasal 25 permenkumham tersebut secara gamblang disebutkan bahwa peraturan berlaku 4 bulan sejak diundangkan dengan demikian permenkumhan ini baru berlaku pada tanggal 21 Maret 2018, kata Yendrik lagi.

Namun, kata dia, pada kenyataannya sejak Desember 2017 dan pada Januari 2018 Permohonan Pengangkatan Notaris telah ditutup pada website ahu.go.id dan telah digantikan dengan ujian pengangkatan notaris (UPN).

Permenkumham Nomor 62 Tahun 2016 dalam pasal 2 ayat 2 huruf J disebutkan bahwa persyaratan pengangkatan calon notaris harus dilengkapi berkas pendukung dengan melampirkan fotokopi tanda kelulusan Ujian Pengangkatan Notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang telah dilegalisasi,? sedangkan pada pasal 2 ayat 1 tidak menyebutkan calon notaris diharuskan mengikuti Ujian Pengangkatan Notaris.

Ia menambahkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) juga tidak menyebutkan adanya Ujian Pengangkatan Notaris,?dengan persyaratan yang dinyatakan dalam landasan Permenkumham tersebut bertentangan dengan pasal 3 UUJN dan UUJN-P, diketahui bahwa Ujian Pengangkatan Notaris tidak menjadi persyaratan dan tidak diatur dalam pasal 3 UUJN dan UUJN-P tersebut yaitu syarat untuk menjadi notaris.

Dalam Permenkumham Nomor 25 Tahun 2017 pasal 10 ayat 1 huruf d menyebutkan program magang di kantor notaris telah berpartisipasi dan dicantumkan namanya paling sedikit 20 akta.

Menurutnya, hal itu jelas bertentangan dengan pasal 3 huruf F UUJN dan UUJN-P syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris tidak diatur mengenai partisipasi sebagai saksi dalam akta notaris dan juga bertentangan dengan pasal 40 ayat 2 huruf E UUJN dan UUJN-P yang menyatakan bila terdapat calon notaris magang adalah keluarga atau sanak famili dari notaris tempat magang kemudian dijadikan atau diharuskan sebagai saksi akta adalah karyawan notaris itu sendiri, jadi bukan calon notaris yang sedang magang.

"Apabila dipaksakan harus membuat keterangan telah berpartisipasi pada 20 akta di kantor notaris, maka melanggar kode etik," katanya lagi.

Dia menjelaskan pula bahwa dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?pada pasal 7 jelas disebutkan bahwa kedudukan undang-undang lebih tinggi dari peraturan menteri,? sehingga seharusnya peraturan yang dikeluarkan oleh menteri harus mengacu kepada UUJN dan UUJN-P.

"Permenkumham tentang UPN tidak sesuai dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB/General Principle of Good Administration atau algemene beginselen van behoorlijke bestuur) yaitu bertentangan dengan: Asas Kepastian Hukum; Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; Asas Kepentingan Umum; Asas Keterbukaan; maupun Asas Efisiensi dan Asas Profesionalisme," katanya lagi.

Bahwa terkait dengan pelaksanaan ujian yang dimaksud dalam Permen UPN, disebutkan bahwa pemohon, yakni ALB ini wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak, Ujian Pengangkatan Notaris (selanjutnya disebut PNBP UPN), sebesar Rp1.000.000, dengan PNBP UPN tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum dan Hak Azasi manusia.

"Oleh karenanya permen ini tidak dapat dilaksanakan karena permen ini harus didahului dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mendukung terbit Permen UPN tersebut, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (harus diubah terlebih dahulu dengan menambahkan materi baru yang mengatur tentang PNBP-UPN)," katanya.

Seharusnya yang menjadi perhatian dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai UUJN-P adalah terkait dengan ketentuan pasal 22 ayat 3 ketentuan lebih lanjut mengenai formasi jabatan notaris dan? penentuan kategori daerah diatur dengan permen.

Pasal 66 a ayat?3 ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian struktur organisasi, tata kerja dan anggaran majelis kehormatan notaris diatur dengn permen.

Pasal 81 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata kerja, anggaran serta tata cara pemeriksaan majelis pengawas diatur dengan permen.

"Pasal 82 ayat 5 ketentuan mengenai penetapan, pembinaan dan pengawasan organisasi notaris diatur dengan permen. Pasal 91 a ketentuan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 2, pasal 16 ayat 1 ayat 13, pasal 17 ayat 2, pasal 19 ayat 4, pasal 32 ayat 4, pasal 37 ayat 2, pasal 54 ayat 2 dan pasal 65 a diatur dalam permen. Ketentuan-ketentuan tersebut jelas di dalam aturan UUJN-P perlu aturan lebih lanjut dengan aturan dari menteri," katanya pula.
 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Copywriter
COPYRIGHT © ANTARA 2018