Kupang (ANTARA News) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Timur Tamen Sitorus mengatakan, kasus penggagalan pengiriman Ambergis atau muntahan paus sperma di bandara El Tari Kupang adalah kasus pertama yang terjadi di Indonesia.

"Kasus ini pertama terjadi Indonesia. Dan untuk kasus itu saat ini tengah ditangani oleh tim dari Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan," katanya kepada Antara di Kupang, Kamis.

Perlu untuk diketahui, harga paus sperma sendiri jika dijual di pasaran per kilogramnya bisa mencapai jutaan rupiah.

Sementara itu manfaat dari bongkahan muntahan paus itu dicari banyak orang untuk digunakan sebagai bahan baku parfum yang konon parfum tersebut diincar oleh para selebritis dunia.

Ia menjelaskan bahwa sesuai UU nomor 5 tahun 1990, apapun yang berkaitan dengan satwa lindung jika diambil salah satu bagiannya akan dikenakan hukuman .

Kasus muntahan paus yang digagalkan pengirimannya menurutnya adalah contoh kasus yang berkaitan dengan larangan dari UU tersebut.

"Jadi apapun yang ada dalam tubuh ikan paus, jika dibuang oleh ikan paus itu, mulai dari kotorannya sampai pada muntahannya itu tentu saja adalah melanggar UU," tuturnya.

Ia yakin betul bahwa larangan itu, seharusnya diketahui masyarakat NTT, khususnya para nelayan yang melaut, meningat sosialisasi soal larangan itu sudah terus dilakukan oleh BKSDA kepada masyarakat di setiap daerah pesisir.

Ia mengatakan bahwa saat ini kasus ini sudah pasti akan dibawa ke rana hukum, dan masuk Pidana karena memang telah melanggar UU.

Sebelumnya Tim dari BKSDA NTT bersama petugas bandara El Tari pada 7 April lalu berhasil mengagalkan pengiriman bongkahan muntahan ikan paus jenis paus sperma yang beratnya mencapai 15 kilogram.

 

Pewarta: Kornelis Aloysius Ileama Kaha
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2018