Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan tidak puas atas sejumlah materi dalam RUU Ibukota Negara yang disahkan oleh DPR RI, terutama terkait isu Megapolitan dan pengelolaan kawasan Gelora Bung Karno dan Senayan. Berbicara di Balaikota Jakarta, Selasa sore, Sutiyoso melihat tidak ada yang istimewa pada RUU tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara RI bahkan ada beberapa hal yang dinilai mundur dibandingkan dengan UU nomor 34 tahun 1999. "Malah ada yang kabur, misalnya dulu dalam UU nomor 34 tahun 1999 di pasal 31 diatur Gelora Bung Karno dan Kemayoran di kembalikan ke Provinsi (DKI Jakarta-red). Kalau sekarang malah kabur, isinya pun saya tidak mengerti apa," katanya. Ia memaparkan dari enam butir usulan yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta terkait revisi UU nomor 34 tahun 1999 tersebut, hanya dua yang diakomidir sementara usulan terkait pengangkatan Kapolda Metro Jaya atas rekomendasi gubernur, Megapolitan, pembagian pajak badan 20 persen dan pengelolaan Gelora Bung Karno serta Kemayoran gagal masuk. "Kalau masalah empat deputi sudah tidak aneh, dulu malah ada empat wakil gubernur. Saya sebetulnya memperjuangkan DKI ini sama sekali tidak ada pretensi apapun karena masa jabatan sudah akan selesai. Intinya hanya ingin bantu gubernur pengganti saya saja," tegasnya. Mengenai tidak dicantumkannya nama Megapolitan di RUU yang disahkan tersebut, Sutiyoso pun merasa heran demikian juga hal yang diatur dalam salah satu pasal tentang kerjasama antar daerah tidak jelas. "Bentuknya saja saya tidak jelas padahal dalam UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang saja pengertian Megapolitan sudah gamblang. Kalau pada UU tentang ibukota negara ini ditegaskan kembali pasti sangat relevan," cetusnya. Ia memaparkan diperlukan penjelasan yang tepat atas Megapolitan bahwa hanya semata-mata penggabungan secara geografis dan merupakan penataan tata ruang secara sinergis antar daerah sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Semestinya bilang saja bahwa antara Jakarta sebagai sebagai kota inti, Depok, Tangerang, Bogor, Bekasi, Puncak, Cianjur merupakan satu kawasan Megapolitan, dengan itu kan koordinasinya jadi jelas," kata Sutiyoso. Meski demikian, Gubernur DKI berharap beberapa hal yang masih belum jelas itu dapat dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) atas UU tersebut. Pada Selasa (17/7) pagi, rapat paripurna DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta menyetujui pengesahan RUU tentang Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota negara RI. Rapat Paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno juga dihadiri Mensesneg Hatta Rajasa, Mendagri ad interim Widodo AS, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur DKI Sutiyoso. namun suasana rapat diwarnai banyaknya bangku kosong karena anggota DPR keluar ruang sidang. Ketua Pansus RUU tentang Pemerintah DKI Jakarta Effendi Mara Sakti Simbolon menjelaskan, DKI Jakarta dengan luas 740 Km2 berpenduduk 8.792.000 jiwa. Sebagai pusat perekonomian, DKI Jakarta memiliki persoalan yang sangat kompleks, dan mengundang banyak orang dari luar Jakarta untuk berbondong-bondong mencari rezeki di Ibukota Indonesia ini. Akibatnya, DKI selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus dan masalah sosial lainnya. UU No.34/1999 tentang Pemerintah Propinsi DKI sudah tidak sesuai lagi dengan karakteristik permasalahan di DKI. Karena itu, Rapat Paripurna DPR pada 13 September 2005 menyetujui pembahasan RUU inisiatif untuk merevisi UU tersebut. Ketua Pansus revisi UU Ibukota Negara, Effendi Simbolon mengakui bahwa dalam UU yang baru ini tidak menyebutkan kata "megapolitan" seperti pernah mencuat beberapa bulan lalu. Hanya saja, dalam konsep dan implementasinya, megapolitan akan dilaksanakan karena adanya ketentuan bahwa DKI Jakarta harus bekerjasama dengan daerah sekitarnya, termasuk terkait dengan tata ruang dan penetapan kawasan-kawasan khusus. Pemerintah DKI Jakarta bekerjasama dengan Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten mengikutsertakan pemerintah kota/kabupaten yang berbatasan langsung untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dasarnya adalah pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan. Untuk mengatur kerjasama ini perlu dibentuk badan kerjasama antardaerah yang diatur dengan keputusan bersama. Sedangkan rencana tata ruang Ibukota negara mengacu kepada rencana tata ruang wilayah nasional dan dikoordinasikan dengan tata ruang propinsi yang berbatasan langsung, yaitu Jawa Barat dan Banten. Konsep kerjasamanya terpadu mencakup keterpaduan dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang dengan memperhatikan kepentingan strategis nasional. Kerjasama DKI Jakarta dengan daerah sekitarnya dikoordinasikan oleh menteri terkait.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007