Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adyaksa Dault dan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy turut memeriahkan Malam Puncak "Pekan Presiden Penyair" di Jakarta, Kamis malam, dengan membaca puisi karya "Presiden Penyair" Sutardji Calzoum Bachri. Menpora Adyaksa Dault tampil membacakan puisi berjudul "Jembatan" dalam acara yang berlangsung di Gedung Graha Bhakti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki (TIM) tersebut. Meski mengaku baru kali ini membaca puisi, namun emosinya tampak lebur dalam puisi yang bertutur tentang nasionalisme itu. "Saya grogi nih apalagi yang tampil sebelumnya bagus-bagus. Kalo saya ikut lomba baca puisi paling-paling hanya juara tiga atau empat ya," ujarnya sebelum membaca puisi seraya disambut tawa dan tepuk tangan penonton. Sementara itu Menteri Percepatan Daerah Tertinggal Lukman Edy yang membacakan puisi berjudul sama mengaku bangga membawakan puisi Tardji di atas panggung. Bagi Edy, sosok Tardji tidak asing lagi karena ayahnya adalah sahabat penyair fenomenal itu. "Tetapi kenapa yang menteri dua-duanya ini diminta membacakan puisi berjudul `Jembatan`? Sepertinya sudah menjadi jatah menteri untuk membacakan puisi ini," ujarnya. Kendati kedua menteri Kabinet Indonesia Bersatu ini membacakan puisi yang sama, namun terdapat perbedaan mencolok pada penampilan mereka. Adyaksa Dault tampak formal berkemeja batik hitam bercorak coklat dengan paduan celana hitam, sedangkan Edy lebih santai dengan kemeja dan celana warna coklat muda. Penampilan keduanya memang tampak berebda, tetapi keduanya sama-sama mendapat tepuk tangan dari ratusan penonton lantaran penjiwaan mereka dalam membawakan puisi yang cukup baik. Selain kedua pejabat pemerintah pusat ini, sejumlah pejabat daerah seperti gubernur dan walikota juga tampil membacakan puisi. Mereka di antaranya adalah Gubernur Kepulauan Riau, Gubernur Riau, Walikota Tanjungpinang, Walikota Samarinda, dan Wakil Bupati Bintan. Malam puncak "Pekan Presiden Penyair" juga memutar film pendek berdurasi sekotar 25 menit berjudul "Raung Ngiau Presiden Penyair". Film ini mengisahkan perjalanan hidup Tardji sejak ia dilahirkan di Tanjungpinang 24 Juni 1941 hingga menjadi penyair terkenal. Kehidupan keluarga besar Tarji yang merupakan 11 bersaudara diungkap oleh sang ibu, Calzoum, yang kini telah berusia 97 tahun dan beberapa saudara kandungnya seperti Surtini Bachri, Rusman Bachri, serta teman sekolah dan sesama penyair. Di tengah acara, Tardji yang selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan panjang dan jaket coklat muda, dipadu celana kain dengan banyak saku di bagian kanan-kiri lututnya ini membacakan puisi berjudul "Denyut". Namun, sebelum ia membacakan puisinya, sebagian penonton tertawa melihat Tardji merogoh saku baju dan celananya sambil bergumam lupa meletakkan kacamata dan lembar puisinya yang akan dibacanya. "Aduh, mana ya kacamata saya. Sebentar ya, tadi juga sudah menyiapkan puisinya tapi kok sekarang tidak ada. Mungkin terselip di mana gitu ya," ujarnya disambut tawa penonton. Secara keseluruhan, acara yang dipandu MC Djenar Mahesa Ayu dan Tommy F Awui itu tampak sederhana, namun penuh keakraban. Ratusan penonton memenuhi deretan kursi di GBB juga tak beranjak hingga acara berakhir. Perhelatan "Pekan Presiden Penyair" (14-19/7) digelar dalam rangka memperingati hari ulang tahun Tardji yang sebenarnya jatuh pada tanggal 24 Juni lalu. Selama sepekan berbagai kegiatan digelar yakni Lomba Baca Puisi Internasional Piala Sutardji Calzoum Bachri, seminar, pameran foto koleksi pribadi Sutardji, dan panggung apresiasi. Tardji mengungkapkan dirinya tak mempunyai makna khusus dengan angka 66 tahun perjalanan hidupnya. Bagi ayah satu anak ini, yang terpenting baginya adalah bagaimana masyarakat dapat memberikan apresiasi yang baik pada puisi. "Saya ingin sekali masyarakat Indonesia bisa mengapresiasi puisi-puisi," demikian Tardji.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007