Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 14 ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) mendesak agar Rancangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau RUU Antiterorisme segera disahkan.

"Kami, LPOI, sebagai bagian dari rakyat ingin RUU Antiterorisme segera disahkan karena kita sudah darurat terorisme," kata Sekretaris Umum LPOI Luthfi A Tamimi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Hadir dalam kesempatan itu perwakilan 14 ormas Islam anggota LPOI, yakni NU, Syarikat Islam Indonesia (SII), Persatuan Islam (PERSIS), Al Irsyad Al Islamiyyah, Mathlaul Anwar, Al-Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Ikatan DAI Indonesia (IKADI), Azzikra, Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Persatuan Umat Islam (PUI), dan Himpunan Bina Mualaf.

Apabila RUU Antiterorisme tidak segera disahkan, lanjut Lutfi, LPOI mendukung Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

"Ya, sebagaimana dulu dikeluarkan Perppu Ormas untuk membubarkan HTI, Presiden kami minta mengeluarkan Perppu Antiterorisme kalau RUU tak segera disahkan," katanya.

Mengenai pernyataan Ketua DPR Bambang Soesatyo bahwa persoalan belum disahkannya RUU Antiterorisme ada pada pemerintah, Lutfi mengatakan sebagai bagian dari rakyat, LPOI hanya ingin RUU itu disahkan.

"Kami tidak mau tahu persoalannya di pemerintah atau DPR. Jangan saling lempar, apa mau menunggu jatuh korban-korban yang lebih banyak," katanya.

Menurut dia, aturan yang ada sekarang sangat tidak memadai untuk menangani terorisme, dan terbukti aksi-aksi teror masih terjadi.

"Jadi, jangan hanya menyalahkan Polri, menyebut BIN kecolongan. Mereka sudah bekerja, tertangkapnya ratusan teroris salah satu buktinya, tapi aturan hukumnya memang tak memadai," kata Lutfi.

LPOI mengutuk aksi teror yang melukai rasa kemanusiaan, terlebih yang mengatasnamakan Islam karena justru mencoreng Islam.

Baca juga: PBNU desak pengesahan RUU Antiterorisme

Baca juga: Pelibatan TNI tunggu revisi UU Antiterorisme

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2018