Jakarta (ANTARA News) - Realisasi holding tiga BUMN pertambangan (PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.) tinggal menunggu presentasi Meneg BUMN kepada tim ekonomi yang dilanjutkan dengan persetujuan kabinet. "Saya perlu presentasi kepada tim ekonomi kemudian dilanjutkan meminta persetujuan kabinet," kata Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil, di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, terkait dengan kajian pembentukan holding BUMN tambang dinilai amat baik, tetapi bentuknya masih kajian yang perlu dipresentasikan lebih lanjut. Proses tersebut, kata Menteri, dilakukan secara bertahap dan hati-hati karena ketiga perusahaan yang akan diholding adalah perusahaan publik yang berpotensi memberikan pengaruh di pasar modal. Meski begitu, Sofyan tidak dapat memberikan kepastian waktu kapan kajian tersebut dipresentasikan pada kabinet untuk mendapat persetujuan. Sementara itu, Ketua Tim Pembentukan IRC (Indonesia Resources Company), Kurniadi Atmosasmito, sebelumnya mengatakan, terbentuknya holding BUMN tambang ditargetkan September 2007. "Kami masih memproses perizinan dari pemerintah yang juga harus melalui persetujuan DPR," katanya. Diberitakan sebelumnya, Kantor Menteri BUMN juga telah mengirim surat kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengenai rencana pembentukan holding BUMN pertambangan antara Antam, Timah, dan Bukit Asam. Surat itu dikirim ke Bapepam pada 25 Januari 2006 dengan nomor S-6/ D4.NBU-2006. Menurut Kurniadi, penggabungan tiga BUMN tambang itu (yang direncanakan bernama IRC) dalam pelaksanaannya nanti akan berbeda dengan perusahaan holding. "IRC merupakan private company dan bukan holding," katanya. Ia mengatakan, IRC akan menggabungkan tiga BUMN tambang, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. termasuk memasukkan pengelolaan saham minoritas di PT Freeport Indonesia dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) di bawah induk BUMN pertambangan. Kurniadi juga merencanakan, ke depan IRC idealnya memiliki semacam lembaga independen yang mengarah ke sisi bisnis. "IRC kalau bisa sebaiknya mempunyai lembaga independen seperti Pertamina yang mempunyai Badan Migas. Bukan dari sisi regulasi tapi lebih ke arah bisnisnya," demikian Kurniadi.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007