Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum pidana Indrianto Seno Adji menilai penggelembungan aset obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai perbuatan pidana. "Kalau ada pemalsuan terhadap aset yang dikembalikan ke negara untuk mendapatkan R&D (release and discharge-Red), itu perbuatan pidana," kata ahli hukum dari Universitas Indonesia itu kepada wartawan disela-sela peluncuran Kode Perilaku Jaksa di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin. Indrianto menilai, langkah Kejaksaan Agung mengusut kembali kasus dana BLBI terhadap dua obligor sudah tepat meskipun banyak anggapan bahwa salah satu obligor sudah mendapat Surat Keterangan Lunas (SKL) dan R&D dari Pemerintah. Menurut Indrianto, yang diproses secara hukum adalah penggelembungan asetnya, bukan kebijakan keluarnya R&D yang merupakan kebijakan negara. Ia meminta, Kejakgung melakukan proses hukum dalam kasus itu secara transparan. Mulai Senin, 23 Juli 2007, Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dan pengumpulan data terhadap dua obligor yang sedang diusut. Kejaksaan Agung belum merilis nama-nama obligor BLBI yang disidik namun disebut-sebut kedua obligor tersebut adalah Salim Grup sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) soal Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) pada 30 November 2006.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007