Ternate (ANTARA News) - Keputusan Mahkamah Konstitiusi (MK) atas permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengakomodasi adanya calon independen dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), menjadi langkah maju dalam demokrasi di Republik Indonesia (RI), kata pengamat politik dari Ternate, Maluku Utara, DR Ridha Ajam. "Saya pikir, semua komponen di bangsa ini setuju dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, kecuali kalau dia anti-demokrasi," katanya di Ternate, Selasa, menanggapi keputusan MK yang mengakomodasi uji materi UU Nomor 32 Tahun 2004 yang diajukan seorang anggota DPRD Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dosen di Universitas Khairun Ternate itu menilai, adanya akomodasi calon independen tanpa melalui pintu partai politik (parpol) dalam pelaksanaan pilkada akan memperbaiki citra Indonesia di mata masyarakat internasional dalam pelaksanaan demokrasi. Ia mengemukakan, mekanisme pencalonan dalam pilkada yang berlangsung selama ini masih tidak sejalan dengan nafas demokrasi karena yang berperan menentukan calon adalah parpol, dan rakyat hanya berhak memilih calon yang telah ditetapkan parpol itu. Sementara itu, menurut dia, calon yang sebenarnya sangat didukung rakyat tetapi tidak diakomodasi parpol menjadi tidak bisa ikut pilkada, sehingga rakyat dipaksa untuk memilih calon yang tidak sesuai dengan aspirasi mereka, padahal dalam demokrasi, mereka harus diberi keleluasaan untuk memilih yang sesuai dengan aspirasinya. "Ironisnya, dalam menentukan calon yang akan ikut pilkada, partai politik mensyaratkan biaya yang nilainya mencapai miliran rupiah. Partai politik tidak mau peduli apakah calon itu didukung rakyat atau tidak, yang penting bersedia menyetor biaya tersebut. Ini sudah menjadi rahasia umum,@ katanya. Kepala daerah yang lahir melalui proses seperti itu, menurut dia, sangat berbahaya karena selama menjabat akan selalu berusaha mengembalikan dana yang telah dikeluarkan untuk menjadi calon melalui parpol, sehingga tidak akan begitu peduli pada rakyat di daerahnya, karena nerasa tidak memiliki ikatan emosional dengan rakyatnya. Ia mengatakan, mengingat saat ini banyak daerah yang akan melaksanakan pilkada, maka Depdagri sebaiknya segera menindaklanjuti keputusan MK tersebut dengan membuat petunjuk pelaksanaannya, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun perangkat hukum lainnya. Kepada daerah yang akan melaksanaan pilkada, Ridha Ajam menyarankan, mereka untuk mulai memberlakukan keputusan MK tersebut, meskipun sudah melewati tahapan pendaftaran calon, agar hasil pilkada di daerah bersangkutan benar-benar sejalan dengan napas demokrasi. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007