Bandung (ANTARA News) - Kedua orangtua Cliff Muntu, Noldie Muntu dengan Ny Sherly Rondonuwu mengatakan, pihaknya merasa dibohongi oleh Dekan IPDN Lexie M Giroth atas kematian anaknya yang disebabkan sakit liver akut, padahal faktanya meninggal karena dianiaya sesama praja IPDN. Pernyataan itu disampaikan kedua orangtua Cliff Muntu dalam kesaksiannya di persidangan kasus kematian Madya Praja IPDN Cliff Muntu yang menyeret Dekan IPDN Lexie M Giroth sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu. Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Kresna Menon SH, saksi Noldie Muntu mengatakan, pada Selasa (3/4) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB pihaknya ditelepon oleh rekan Cliff Muntu yang mengabari bahwa Cliff sudah meninggal dunia. Selang 10 menit kemudian, kata Noldie, pihaknya menerima telepon dari Lexie M Giroth yang mengabari bahwa Cliff Muntu sedang dirawat karena sakit liver akut. "Saat itu saya bingung mana yang benar atas kedua penelepon tersebut," katanya. Tidak lama kemudian Lexie kembali menelepon dan mengabarkan bahwa Cliff meninggal dunia karena sakit liver akut. "Saya sempat mempertanyakan kenapa telepon pertama Lexie mengatakan Cliff dirawat kemudian tidak lama berselang telepon lagi menyebutkan Cliff meninggal karena liver," katanya. Bahkan, kata Noldie, Lexie juga mengatakan Cliff meninggal disebabkan oleh penyakit liver akut dan jenazahnya akan segera diurus untuk diterbangkan ke Manado. "Saya waktu itu sempat merasa heran, karena selama ini Cliff tidak memiliki riwayat penyakit liver. Bahkan saat itu saya juga diminta untuk tidak memberikan ijin kepada siapapun untuk mengotopsi jenazah anak saya," katanya. Dikatakannya, beberapa jam kemudian pihaknya juga menerima telepon dari Kapolsek Jatinangor AKP Bashori yang mengabari Cliff meninggal tidak wajar dan polisi meminta ijin untuk mengotopsi jenazah Cliff. "Saya sempat menolak permohonan Kapolsek itu, karena sebelumnya sudah dikabari kalau Cliff meninggal karena saksi liver," ujarnya. Namun setelah Kapolres Sumedang AKBP Syamsul Bachri menelepon dan meminta ijin otopsi dengan memaparkan sebab-sebab kematian dan fakta yang terjadi di lapangan, kata dia, akhirnya jenazah Cliff Muntu direlakan untuk diotopsi. Dalam persidangan juga terungkap bahwa saksi Noldie tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun termasuk Lexie M Giroth atas penolakan otopsi yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian setempat. "Terus terang kami sebagai orangtua Cliff merasa dibohongi oleh Lexie," katanya. Sidang kasus kematian Cliff Muntu yang menyeret Lexie M Giroth sebagai terdakwa pada Rabu siang selain menghadirkan kedua orangtua korban sebagai saksi, juga kerabat korban, Deborah alias Debi dan mantan Kapolres Sumedang AKBP Syamsul Bachri. Dalam kesaksiannya, Syamsul Bachri mengatakan, dibalik kematian Cliff Muntu ada rekayasa terorganisir yang dilakukan pihak Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), saat penyelidikan kasus kematian Madya Praja IPDN Cliff Muntu saat itu. "Waktu itu semua anggota kepolisian tidak boleh masuk ke kamar jenazah RS Al Islam Bandung. Saat di RS Al Islam, petugas dihalang-halangi para praja yang jumlahnya lebih dari 10 orang," kata Syamsul yang mengaku mendapatkan informasi adanya kematian Praja IPDN itu dari Kapolsek Jatinangor AKP Bashori. Di hadapan sembilan jaksa penuntut umum yang diketuai oleh Happy Hadiastuty SH, Syamsul memaparkan saat itu Lexie menandatangani surat pernyataan keluarga, yang isinya jenazah harus dibawa pulang ke Manado tanpa harus menjalani otopsi. "Lexie beranggapan, dirinya menandatangani surat tersebut atas kesepakatan pihak lembaga, keluarga dan polisi. Padahal, polisi tidak melakukan kesepakatan apa pun atas upaya otopsi itu," katanya. Oleh karena itu, kata Syamsul, pihaknya langsung menghubungi orangtua Cliff, Noldie Muntu, dan meminta ijin untuk mengotopsi jenazah Cliff. "Ketika itu Noldie menolak. Karena sepengetahuan Noldie, anaknya menderita liver akut dan tidak perlu diotopsi," ungkapnya. Setengah jam kemudian, kata Syamsul, pihaknya kembali menghubungi Noldie dan mengatakan ada dugaan Cliff tewas dengan tidak wajar. "Saya langsung katakan, jika ditemukan fakta ada ketidakwajaran atas kematian Cliff, kami akan datang ke Manado dan membongkar makam Cliff. Barulah saat itu orangtua Cliff menyerahkan semuanya kepada polisi dan mengijinkan kami melakukan otopsi," kata Syamsul. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007