Jakarta (ANTARA News) - Gugatan class action yang diajukan Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba`asyir terhadap Kepolisian Republik Indonesia untuk membubarkan Detasemen Khusus 88 Anti Teror sebagai hal yang tidak jelas dan tidak berdasarkan hukum. "Gugatan class action tidak dapat diterapkan dalam perkara ini. Persamaan fakta dalam gugatan itu berbeda sekali antara kasus yang satu dengan yang lain. Contohnya, penangkapan oleh Densus 88 tidak hanya di Jakarta atau Solo atau Poso," kata Kompol Rudy Heryanto SH, MH, MBA selaku kuasa hukum Polri usai penyerahan tanggapan gugatan di PN Jakarta Selatan, Kamis. Ia menjelaskan, pihaknya mengajukan tiga hal yang menjadi pertimbangan dari pihak tergugat. Pertama, tidak adanya kesamaan kasus maupun kepentingan (same facts dan common interest) pihak-pihak yang mengajukan diri sebagai anggota penggugat class action itu. Dalam tanggapan terhadap gugatan class action tersebut, Polri menyampaikan argumen bahwa class action di Indonesia hanya berlaku terhadap ketentuan hukum positif yang berlaku sebagaimana diatur dalam UU No 41/1999 tentang Kehutanan; UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No 23 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kuasa hukum Polri menguraikan bahwa class action merupakan hak gugat perwakilan kelompok yang dimiliki perseorangan, sekelompok orang, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau pemerintah untuk mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan sesuai ketentuan yang berlaku. "Hak gugat perwakilan dan legal standing hanya dapat dilakukan dalam bidang perlindungan konsumen, kehutanan dan pengelolaan lingkungan hidup saja," kata Rudy. Polri juga menilai, surat gugatan dari penggugat itu tidak mencantumkan tuntutan tentang ganti kerugian yang merupakan hukum keharusan yang bersifat imperatif dalam pengajuan gugatan class action. Dalam kesimpulan tanggapan itu, Polri selaku tergugat meminta agar pengadilan memutuskan dan menetapkan konsep gugatan class action tidak dapat diterapkan dalam perkara tersebut. Sebelumnya, Ba`asyir mewakili sejumlah pemimpin ormas Islam serta korban penangkapan pasukan antiteror mengajukan gugatan class action terhadap Kepala Kepolisian RI untuk membubarkan Densus 88 Anti Teror dengan argumen pasukan antiteror itu telah berlaku diskriminatif dengan hanya memburu aktivis gerakan Islam atau tidak bekerja atas dasar asas keadilan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007