Jakarta (ANTARA News) - Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa calon perseorangan bisa maju dalam Pilkada punya potensi besar memicu konflik dalam pilgub di DKI Jakarta karena calon yang kalah bisa menuntut pembatalan hasil Pilkada dengan alasan calon perseorangan tidak boleh ikut dalam Pilkada. "Potensi konflik dalam pilkada di DKI Jakarta ini bisa muncul karena dipicu oleh keputusan MK. Saya khawatir calon yang kalah akan nuntut pembatalan. Ini yang tak dipikirkan MK," kata pengamat politik dari UI Maswadi Rauf dalam dialektika Demokrasi bertema Membedah Keputusan MK tentang Calon Independen" di Press Room DPR/MPR di Jakarta, Jumat. Dia berpendapat, calon independen atau perseorangan memang ideal, tetapi berlebihan, dan bisa lebih liberal dari yang berlaku di negara liberal. Di AS tidak ada calon perseorangan. Yang ada calon dari partai independen, yaitu partai selain Partai Republik dan Partai Demokrat. "Kita memang kebablasan dalam menjiplak. Di negara lain, orang tidak mempersoalkan calon perseorangan, tetapi hak pilih perseorangan," kata Maswadi. Menurut dia, keputusan MK akan memicu maraknya bisnis KTP dan bisnis tanda tangan. Di sisi lain, akan muncul pemalsuan KTP dan tanda tangan secara besar-besaran. Untuk mencegah agar tidak terjadi pemalsuan, idealnya memang menggunakan sidik jari tetapi pemerintah belum punya data base tentang sidik jari. Menurut Maswadi, MK terlalu "berani" karena dasar yang dipakai untuk memutuskan hanya pertimbangan demokrasi. MK kurang peduli dengan akibat yang timbul dari keputusan yang dibuat. Maswadi yakin, keputusan MK akan makin memperlemah Parpol yang kondisinya memang sudah dibenci rakyat. Bung Karno dan Pak Harto termasuk pembenci parpol. Kebijakan politik tentang deparpolisasi dan masa mengambang dibuat Bung Karno dan Pak Harto karena kebenciannya pada parpol. Ia menilai, program studi banding DPR dan DPRD, terutama yang tak ada kaitannya dengan kepentingan rakyat, justru mempercepat upaya merusak partai politik. Demikian juga, partai yang tak percaya pada kadernya sehingga mencalonkan tokoh dari luar, merupakan langkah yang menghancurkan parpol. Karena itu, keputusan MK ini ancaman bagi parpol. Ketua Fraksi PPP Lukman Saefuddin berpendapat, MK tidak bisa merekomendasikan KPU untuk membuat aturan tentang calon perseorangan atau calon independen. "Dengan rekomendasi itu, MK melakukan kesalahan sehingga perlu direvisi lagi. Kenapa? Sebab, KPU tidak punya kewenangan sebesar itu. Kalau itu dilakukan, berarti KPU menyalahi UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan UU," kata Lukman Saefuddin yang juga Ketua Fraksi PPP DPR RI. Ketua Fraksi PAN DPR Zulkifli Hasan juga yakin, kalau Parpol melaksanakan fungsinya dengan baik, calon perseorangan atau independen tidak laku dalam Pilkada. Di AS, calon independen selalu kalah. "Keputusan MK bisa mengancam parpol tapi bisa juga jadi cambuk supaya berfungsi lebih baik," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007