Jakarta (ANTARA News) - Udara masih sejuk saat gema takbir penanda berakhirnya bulan suci Ramadhan 1439 H dan dimulainya bulan Syawal 1439 H, pada Jumat pagi, berkumandang di bekas pemukiman padat penduduk, Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara.

Mayoritas warga masih berada dalam selter berukuran 3x5 meter persegi yang berdiri di lahan kampung yang diratakan dua tahun lalu, mempersiapkan kebutuhan mereka masing-masing untuk melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri.

Pagi Lebaran 2018 tersebut, puing-puing bekas bangunan kampung sudah tak tagi menjadi pemandangan dominan di Kampung Akuarium.

Tanah tampak rata dan lapisan aspal yang dihiasi beberapa pohon yang baru ditanam menggantikan pemandangan dua tahun ke belakang pasca penggusuran era Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di mana saat itu puing bangunan bertebaran dan warga tinggal di rumah seadanya.

Beralaskan karpet yang dikombinasikan dengan terpal seadanya, warga Kampung Akuarium di selter Blok A, B dan C, bersama beberapa warga Kampung Akuarium dari luar tempat penampungan dan warga lainnya, mengikuti prosesi shalat id dengan khidmat di lapangan depan Mushalla Al Ma`mur yang baru rampung berdiri bulan Mei lalu di lingkungan selter.

Selepas ibadah shalat id, seluruh warga Kampung Akuarium hanyut dalam suasana keceriaan idul fitri, ada yang bermaafan saling mengunjungi antar tetangga di selter, makan bersama peganan khas lebaran seperti ketupat dan opor, hingga berswafoto bersama keluarga besarnya yang sengaja berkumpul di lokasi tersebut.

"Alhamdulillah, kami semua diberikan nikmat berkumpul bersama saat Idul Fitri tahun ini, bukan hanya warga yang masih bertahan di sini, tapi juga dengan warga Akuarium yang di luar beserta keluarganya yang hatinya masih tertambat di sini," kata pengurus Mushala Al Ma`mur Ujang Jasimin dengan suara bergetar penuh haru.


Perkembangan

Dengan berkumpulnya sebagian warga Kampung Akuarium saat Idul Fitri 2018, dinilai oleh para warga merupakan titik balik mereka dalam pencarian hak untuk tinggal di lokasi tersebut

"Tahun 2018 ini memang menjadi titik balik kami yang ditandai dengan selesainya pembangunan shelter pada Maret dan rampungnya mushola pada Mei. Lalu pengembalian kartu identitas kependudukan kami dan dengan itu semua, kami seperti diakui lagi sebagai manusia dan kami berharap ke depannya kondisi kami lebih baik lagi," kata Koordinator Wilayah Kampung Akuarium Dharma Diani yang juga menitikan air mata saat ditemui usai shalat id.

Titik balik tersebut juga dirasakan oleh Kahar (21) yang mengaku tinggal di Kampung Akuarium sejak lahir dan sejak tahun lalu ia mengontrak kamar kos agar dekat dengan tempat kerjanya yang bergerak di bidang produksi jendela.

Untuk tahun ini sendiri, ia memanfaatkan hari libur untuk bertemu kedua orang tuanya di Kampung Akuarium yang berkondisi lebih baik dari dua tahun belakangan.

"Ini lebaran pertama yang ada selter sejak penggusuran, kisah sedih kemarin sudah mulai dilupakan," kata Kahar.

Bahkan di tahun 2018 ini, kata Kahar, banyak warga setempat yang kini bisa berlebaran di kampung halamannya masing-masing dengan tenang.

"Memang setelah digusur banyak yang sedih dan nangis, mereka semua bingung dan karena itu tidak mudik," ujarnya.

Kampung Akuarium bersama tiga wilayah pemukiman padat lainnya di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa yakni Kampung Luar Batang, Pasar Ikan dan kawasan Pasar Ikan, memang digusur sejak 2016 lalu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan warga korban gusuran yang ber-KTP DKI Jakarta diarahkan untuk menempati sejumlah rumah susun.

Kala itu Pemprov DKI Jakarta menyatakan pembongkaran kawasan-kawasan tersebut sah, karena lokasi itu merupakan kawasan cagar budaya dan lahan pemerintah yang dicatat oleh beberapa sumber, nama Kampung Akuarium diambil dari sejarah lokasi tersebut yang pernah menjadi kompleks dan laboratorium penelitian berbagai jenis ikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan dilengkapi akuarium kaca berukuran besar.

Lalu, setelah kompleks penelitian itu dipindahkan ke kawasan Sunter Agung pada tahun 1978, kawasan tersebut beralih fungsi menjadi asrama polisi yang juga berumur tak lama. Lambat laun pada tahun 80-an warga mulai datang dan tinggal di kawasan tersebut hingga dibongkarnya pada tahun 2016 lalu.

Rencananya, Pemprov DKI Jakarta kala itu, akan menata wilayah yang satu kawasan dengan Museum Bahari tersebut, menjadi kawasan wisata bahari Jakarta.

Akan tetapi kini, Pemprov DKI di era kepemimpinan Anies Baswedan, akan mengembalikan wilayah tersebut sebagai hunian penduduk dan langkah awalnya dengan mendirikan selter sebagai tempat penampungan sementara bagi warga korban gusuran itu.

Terkait hal tersebut, aktivis sekaligus seniman Ratna Sarumpaet yang mengaku kerap beribadah solat id Kampung Akuarium sejak penggusuran terjadi hingga saat ini, menurut dia di tahun 2018 ini kondisi di Kampung Akuarium ada perkembangan.

"Dibanding tahun-tahun sebelumnya, ini sudah ada perkembangan dengan sudah ada selter. Namun demikian saya berharap janji-janji pemerintah DKI pada warga penggusuran diwujudkan," kata Ratna.

Janji pada warga di kawasan penggusuran tersebut, menurut Ratna, juga harus mengenai sejarah kehidupan masyarakat di kawasan tersebut yang disebutkan oleh dia "terampas" oleh rencana Reklamasi dan sulit untuk dikembalikan.

"Barang kali sekarang lebih baik dengan ada rumah namun sejarah dan luka mereka tidak bisa terobati begitu saja. Mengembalikan rumah bukan berarti mengembalikan kehidupan mereka, ada hal faktor lain yang harus digarap yakni kehidupan nelayan mereka harus dicapai, karena kan mereka terlahir sebagai nelayan," tutur dia.

Dengan perkembangan, situasi dan kerumitan penataan di lokasi penggusuran Kampung Akuarium, yang pasti momen Lebaran 2018 ini setidaknya bisa menjadi pengurang beban sejenak para warga itu sendiri yang belum tahu pasti kapan hunian permanen yang mereka impikan itu dibangun oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2018