Jakarta (ANTARA News) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bahwa pemberlakuan pajak penghasilan sebesar 0,5 persen pada UMKM konvensional juga dapat diberlakukan pada UMKM online agar kebijakan tersebut dapat berlaku secara adil.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri di Jakarta, Selasa, mengatakan, angka ini masih terbilang rasional dan tidak memberatkan.

Terlebih, lanjutnya, transaksi penjualan UMKM online berpeluang lebih besar dibandingkan dengan UMKM konvesional.

"Potensi pajak penghasilan melalui perdagangan online terbilang sangat besar. Apalagi sekarang ini banyak sistem perdagangan offline bergeser menggunakan platform online," kata Novani Karina Saputri.

Menurut dia, hal yang penting adalah pemerintah sudah cukup adil dalam mengenakan pajak atas perdagangan e-commerce terutama pelaku perdagangan yang mayoritas adalah industri UMKM.

Ia mengingatkan agar jangan sampai kebijakan pajak ini menjadi beban dan mendisinsentif pelaku industri untuk menjalankan bisnis mereka karena pada dasarnya, perdagangan online bersifat unik.

Keunikan tersebut, lanjut Novani, adalah karena aktivitas perdagangan terbilang sangat aktif karena dapat berjualan kapan pun selama terkoneksi dengan internet.

"Hal ini memunculkan peluang pendapatan dari pajak atas transaksi dagang tersebut. Tapi mendeteksi jumlah penjualan online tidak mudah karena ada banyak pihak yang terlibat dalam perdagangan online selain UMKM itu sendiri," ucapnya.

Novani berpendapat, kalau pemerintah menyasar perdagangan online, maka pemerintah tidak hanya membicarakan mengenail online retail, tetapi juga mencakup online platform dan classified ads yang juga melakukan transaksi melalui mekanisme elektronik.

Belum lagi e-commerce lintas negara dan penjualan yang tidak berupa barang seperti penjualan karakter online game, koran/majalah online dan lain-lain.

"Keragaman jenis ini adalah tantangan dalam penetapan pajak penghasilan untuk UMKM online. Pemerintah membutuhkan banyak pertimbangan yang mampu menangkap potensi pajak dengan kondisi-kondisi semacam tadi," lanjutnya.

Baca juga: Pelaku UMKM harus naik kelas

Untuk itu, ujar dia, pemerintah juga harus memperjelas siapa pihak yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor pajak transaksi online.

Pengenaan pajak penghasilan yang tidak memberatkan, kata Novani, akan memberi dampak positif terhadap pertumbuhan UMKM, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja serta mendisiplinkan UMKM dalam hal laporan keuangan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menetapkan tarif baru pajak penghasilan untuk UMKM konvensional sebesar 0,5 persen atas omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 dan berlaku efektif per 1 Juli 2018.

Baca juga: Presiden Jokowi ingatkan konsistensi pemanfaatan PPh final UMKM

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2018