Jakarta (ANTARA News) - Proses penanganan laporan Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI, selaku pribadi (warna negara biasa) terhadap Zaenal Ma'arif oleh banyak kalangan diyakini telah dipercepat oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, kendati Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Adang Firman, mengemukakan bahwa laporan itu tidak akan mendapatkan perlakuan istimewa. Bahkan, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Kabid Humas Polda Metro Jaya), Kombes Pol Ketut Untung Yoga Ana, menegaskan bahwa laporan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut adalah laporan biasa saja. "Kita bekerja kan secara profesional dengan memproses sesuai mekanisme yang ada," kata Yoga Ana. SBY pada Minggu itu ditemani Ibu Ani Yudhoyono mendatangi Polda Metro Jaya guna melaporkan Zaenal Ma'arif, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tengah menjalani Pergantian Antar-Waktu (PAW) atau bakal diganti, lantaran dinilai melakukan fitnah berkaitan dengan tuduhan bahwa SBY telah menikah sebelum menjalani pendidikan di Akademi Militer (Akabri). Biasanya, sesorang yang melaporkan kasus tuntutan dari Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) hingga ke tangan penyidik butuh waktu minimal tiga hari, bahkan bisa satu minggu jika terhalang libur panjang. Dari SPK berkas laporan akan dilimpahkan ke Biro Analis Direktorat Reserse Kriminal Umum, dan selanjutnya dilimpahkan ke satuan atau unit reserse. Di unit itulah, ditunjuk tim penyidik. Jadi, masuk akal kalau laporan butuh waktu berhari-hari sebelum sampai ke tangan tim penyidik. Dalam laporan yang diajukan SBY itu, Polda Metro Jaya telah menunjuk tim penyidik hanya satu hari setelah dilaporkan ke SPK. Minggu (29/7), SBY datang ke Polda, Senin (30/7) Polda telah menunjuk tim penyidik. "Laporan ini ditangani Satuan I/Keamanan Negara," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Carlo Tewu. Bahkan, Polda langsung berencana memanggil para saksi baik pelapor maupun saksi lain mulai hari ini Selasa (31/7). Penyidik pertama kali biasanya akan memanggil pelapor, saksi lain dan terakhir baru terlapor. Dengan kata lain, SBY akan dipanggil pertama sedangkan Zaenal yang terakhir. Apakah penyidik akan memanggil SBY untuk diminta datang ke Polda Metro Jaya? Kalau memang Polda tidak memberikan perlakuan istimewa, maka seharusnya SBY yang datang ke Polda Metro Jaya. Pernah terjadi, penyidik yang datang ke pelapor, yakni ketika mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) diperiksa penyidik sebagai saksi. Gus Dur diperiksa di rumahnya, kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan. Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Fauzi Bowo, juga pernah diperiksa penyidik, namun tidak di Polda Metro Jaya melainkan di Balai Kota DKI Jakarta dalam kasus laporan pemalsuan tanda tangan. Berkaca dari hal semacam itu, maka penyidik POlda Metro Jaya bisa jadi yang akan datang ke SBY alias ada perlakuan khusus baginya, baik dimintai keterangan di lingkungan Istana Kepresidenan atau di kediamannya, kawasan Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Hanya saja, SBY sangat dimungkinkan diperiksa di Polda Metro Jaya lantaran ia sejak awal menempatkan diri selaku pribadi atau warga negara biasa yang datang saat melapor ke Polda tanpa mewakilkan pengacaranya. Dalam kasus yang melibatkan "orang besar", maka laporan semacam itu biasanya diwakilkan pihak lain atau pengacara. Contohnya, laporan mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terhadap Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, di mana Gus Dur diwakili oleh pengacaranya, yakni Ikhsan Abdullah, saat melaporkan kasus pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya. Fauzi Bowo pun diwakilkan bawahannya saat melapor pemalsuan tanda tangannya dalam pemberian izin usaha pertaksian. Kehadiran seorang Presiden, walau SBY menempatkan posisi selaku pribadi atau warga negara biasa, yang datang sendiri ke Polda Metro Jaya adalah kejadian yang baru pertama kali terjadi menyangkut kasus "pembesar". Bahkan, ia tidak dilayani oleh perwira pilihan di Polda, tapi oleh seorang bintara Polisi Wanita (Polwan) sebagaimana layaknya laporan lain. Kalau penanganan awal saja sudah dipercepat, maka bisa jadi pemberkasan akan cepat selesai. Katakanlah, Polda memerlukan waktu tiga bulan untuk memproses laporan itu. Waktu tiga bulan untuk kasus pencemaran nama baik sudah termasuk cepat, jika Polda mampu menyelesaikannya. Kasus penyidikan pencemaran nama baik yang dilaporkan pakar telekomunikasi dan informatika (telematika) Roy Suryo terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Chusnul Mariyah, memerlukan waktu sekira setahun. Ada juga kasus lain yang lebih dari satu tahun. Jika nanti ada tersangka, maka tidak akan ada penahanan sebab ancaman pasal 310 KUHP tentang fitnah dan pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik tidak sampai lima tahun penjara. Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka ancaman di bawah lima tahun penjara tidak bisa ditahan. Ancaman hukuman di atas lima tahun penjara pun tidak harus ditahan, atau bisa ditahan, namun bisa juga tidak. Jika kasus semacam itu sudah bergulir di pengadilan, maka vonisnya biasanya hanya hukuman percobaan. Sejauh ini belum pernah ada, terdakwa kasus semacam tersebut divonis hukuman badan. Orang yang memperkarakan pencemaran nama baik harus puas dengan vonis bahwa lawannya telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan, kendati tidak menjalani hukuman penjara. Berkaitan dengan laporan SBY ke Polda Metro Jaya, maka banyak hal yang bakal bisa terjadi, dan hal semacam itulah yang agaknya banyak menyedot energi perhatian publik. (*)

Oleh Oleh Santoso
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007