Magelang (ANTARA News) - Sebanyak empat pasien korban kejadian luar biasa (KLB) di lereng Gunung Andong Kabupaten Magelang, Jateng, yang saat ini masih dirawat di RSU Tidar Magelang menyatakan tidak mengkonsumsi tempe gembus sebelum KLB. Keempat pasien yakni Suyitno (38), Kabul (55), Sukini (50) dan Bothok (40) di RSU Tidar Magelang, Rabu, menyatakan tidak mengkonsumsi tempe gembus sebelum kejadian penyakit misterius tersebut menyerang mereka. Hasil penelitian Departemen Kesehatan di Jakarta menyebutkan korban diduga terkena bakteri "pseudomonas cocovenenas" yang kemungkinan berada di tempe gembus yang dikonsumsi warga. "Selama ini saya dan keluarga tidak pernah makan tempe gembus, yang kami makan adalah tempe kedelai, bukan tempe gembus," kata Sukini yang kini masih dirawat di bangsal C RSU Tidar. Menurut dia, kondisi kesehatannya mulai membaik, namun dokter RSU Tidar belum mengizinkannya pulang. "Saya ingin cepat pulang, namun menunggu perintah dokter," katanya. Korban lain, Kabul yang ditemui terpisah juga mengatakan hal yang sama bahwa tidak mengkonsumsi tempe gembus sebelum KLB. Hal senada juga dinyatakan oleh Bothok dan Suyitno. Bothok yang dirawat di bangsal G mengatakan, memang tempe gembus dipasarkan di desanya, namun tidak pernah mengkonsumsinya. Sementara itu tim kesehatan KLB Ngablak dari RSU Tidar menyatakan tidak berani memberikan komentar atas temuan Depkes yang menyatakan tempe gembus sebagai salah satu penyebab penyakit aneh yang diderita warga ngablak. Seorang anggota tim kesehatan KLB, dr. Wartoto, SpPD mengatakan, kesimpulan itu didapat dari data penelitian, kalau memang itu kesimpulannya maka untuk selanjutnya akan menjadi bahan kajian selanjutnya, yakni kaitan antara tempe gembus dan penyakit radang hati yang diderita korban. "Sejauh ini kami hanya berusaha mengatasi sakit pasien, soal penyebabnya kami sama sekali belum mengetahui. Kami punya keterbatasan dalam hal ini," katanya. Menurut dia, tembusan hasil temuan Depkes tersebut hingga saat ini belum sampai ke RSU Tidar.(*)

Pewarta: bwahy
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007