Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto, akan mengajukan permintaan pembiayaan senilai Rp1 triliun ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) guna mempercepat pembebasan tanah pembangunan jalan tol. "Saya yakin dengan dibebaskannya tanah maka investor akan tertarik untuk masuk di jalan tol," kata Djoko Kirmanto di Jakarta, Rabu, usai menghadiri penandatanganan perjanjian kredit JORRB W2 (Kebon Jeruk - Penjaringan). Menurut dia, investor yang tanahnya dibebaskan pemerintah tidak akan dimasukan dalam komponen biaya investasi sehingga dengan demikian tarifnya jauh lebih rendah. "Tarif bisa ditekan lebih rendah karena beban investor hanya biaya konstruksi saja. Jadi mekanismenya diubah tidak lagi seperti sekarang dimana perhitungan investasi selain dimasukan komponen konstruksi juga biaya tanah," ujarnya. Usulan pembebasan lahan jalan tol menggunakan anggaran pemerintah untuk menghindarkan ketidakpastian bagi investor sehingga membuat pemerintah mengalami kesulitan saat membuka tender sejumlah ruas tol. "Selama ini, ketidakpastian pembebasan tanah baik harga maupun waktu masih menjadi hantu yang menakutkan sehingga membuat investasi di jalan tol tidak menarik," katanya. Ia berkeyakinan, apabila pemerintah membebaskan lahan tol kemudian baru menawarkan kepada melalui tender terbuka, maka diperkirakan investor yang ikut akan berbondong-bondong. Berdasarkan catatan untuk keperluan tol Trans Jawa setidaknya dibutuhkan anggaran sebesar Rp5,4 triliun sepanjang 947 kilometer, sehingga alokasi Rp1 triliun sebenarnya masih kurang. Awalnya, ia mengemukakan, usulan tersebut sudah disampaikan kepada Presiden dan Wakil Presiden, serta Menteri Keuangan, yang kemudian mendapatkan persetujuan, sehingga kini masih menunggu kesepakatan dengan DPR yang memiliki hak memutuskan besaran anggaran. Menurut dia, saat ini untuk pembebasan lahan pemerintah menggunakan Perpres No. 67 tahun 2005 yang diperbarui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum tidak berjalan efektif. Sekalipun dalam Perpres mengacu UU Nomor 20 tahun 1961 mengenai pencabutan hak atas tanah, tetapi dalam kenyataannya pelaksanaan ternyata tidak berjalan mudah serta memakan waktu, ungkapnya. Menteri PU mengemukakan pula, untuk mencabut hak atas tanah hanya bisa dilaksanakan Presiden. Itupun harus melalui beberapa prosedur seperti negosiasi selama 120 hari, apabila belum putus dimintakan persetujuan untuk dicabut melalui Walikota/Bupati, Gubernur, sampai Presiden. Persoalannya, ia menambahkan, apabila dalam dalam pembangunan Tol Trans Jawa terdapat 30 orang yang tidak bersedia pindah meskipun untuk alasan kepentingan umum, maka apakah lantas 30 orang itu dimintakan usulan untuk dicabut haknya oleh Presiden. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007