Jakarta (ANTARA News) - Dominasi investor asing yang mencapai 67 persen dalam transaksi saham di pasar modal menyebabkan begitu mudahnya bursa saham dan mata uang rupiah terpuruk dalam waktu singkat, kata Farial Anwar, pengamat pasar uang dari Currency Management di Jakarta, Kamis. "Sewaktu mereka masuk ke Indonesia, mereka menukarkan dolarnya ke rupiah untuk membeli portofolio di Indonesia. Sekarang yang terjadi kebalikannya ketika mereka melakukan ambil untung, maka keuntungannya dalam rupiah, sehingga mereka perlu menukarkannya kembali dalam dolar. Itulah sebabnnya mengapa bursa dan rupiah kini juga dalam tekanan pelemahan yang kuat," katanya. Dalam tiga hari belakangan ini indeks saham dan mata uang rupiah mengalami tekanan yang cukup kuat. Ketika mata uang negara lain dan bursa regional mulai menguat, bursa Indonesia dan rupiah tetap masih mengalami tekanan. Menurut Farial, hal itu ditambah lagi dengan menurunnya optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Dari sisi makro ekonomi bisa kita lihat inflasi bulan Juli naik 0,23 persen menjadi 0,72 persen. Hal itu menunjukkan ekonomi Indonesia mulai menunjukkan tren penurunan. Faktor inilah yang dilihat pelaku pasar sebagai ancaman," ujarnya. Ia menambahkan kondisi semakin diperparah oleh minimnya peranan BI, membatasi pergerakan rupiah, tercermin dari komentar-komentar pejabat BI, yang menginginkan rupiah berada dalam kisaran 8.500 - 9.500 per dolar AS. "Ini menunjukkan BI tidak mau melakukan intervensi terlalu banyak pada pasar valuta asing saat ini. Jadi jangan harap melihat pergerakan rupiah yang positif, jika BI masih bersikap seperti itu," tegasnya. Namun demikian, Kepala Ekonom Bank International Indonesia Tbk (BII), Ferry Latuhihin memberikan pendapat berbeda dengan Farial. Menurut Ferry, penurunan indeks saat ini lebih disebabkan oleh tren pelemahan bursa global akibat melemahnya indeks dow jones di Amerika Serikat. Ferry masih melihat adanya peluang indeks saham bakal menguat kembali. Faktor-faktor tersebut bisa dilihat dari membaiknya laporan keuangan sebagian besar emiten di BEJ. "Kinerja keuangan sebagian besar emiten di BEJ menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan. Ini bisa menjadi pemicu investor untuk kembali berburu saham," katanya. Dia menambahkan kinerja BI saat ini sudah berada pada jalur yang benar. Dia berharap BI jangan menjadikan instrumen suku bunga sebagai alat untuk mempengaruhi nilai tukar rupiah, tapi jadikanlah suku bunga sebagai alat untuk mempengaruhi tingkat inflasi. Pada 7 Agustus 2007, BI menjadwalkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) untuk menentukan apakah suku bunga BI (BI rate) perlu diturunkan kembali atau tidak. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007