Jakarta (ANTARA News) - Industri telekomunikasi Indonesia saat ini sudah mengarah pada praktik pasar oligopoli (sedikit penjual dan banyak pembeli) dan sudah seharusnya dihapuskan karena hanya menyusahkan masyarakat dan rawan dengan konspirasi yang mengarah pada kartel. "Struktur pasar oligopoli pada industri telekomunikasi saat ini hanya menyusahkan masyarakat saja sebagai konsumen. Pasalnya beban tarif yang harus dibayar sangat mahal, dan sudah selayaknya praktek oligopoli ini dihapus," kata Direktur Eksekutif Masyarakat Pemerhati Telekomunikasi Indonesia (MPTI), Yua Yuanda di Jakarta, Kamis. Seusai acara diskusi publik mengenai persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi Indonesia, Yuanda mengharapkan kompetisi benar-benar dibuka dan oligopoli ditiadakan. Dia menambahkan akibat masih adanya oligopoli, tarif telekomunikasi jadi sangat mahal akibat para operator bisa memainkan harga. "Operator cenderung bersikap sebagai kartel yang bisa semaunya mendikte konsumen dan harga, karena merasa dibutuhkan," katanya. Menurutnya, masyarakat masih berharap KPPU (Komite Pengawas Persaingan Usaha), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan DPR lebih proaktif menyikapi persoalan pertelekomunikasian yang ada saat ini. "Tidak tinggal diam atau masa bodoh. Harus ada solusi yang jelas mau dikemanakan aturan main sistem pertelekomunikasian Indonesia," paparnya. Karena itu, katanya, langkah paling bijak kalau KPPU dan DPR sama-sama komitmen dan satu visi untuk meninjau kembali aturan main di dunia usaha pertelekomunikasian yang selama ini memberatkan rakyat. Sementara itu mantan anggota KPPU, Pande Raja Silalahi, mengatakan KPPU jangan diganggu lagi. Apa yang dilakukan KPPU saat ini menurutnya, sudah tepat. "Jangan ada intervensi dari siapapun, karena lembaga ini indepnden dan kredibel," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007