Jakarta (ANTARA News) - PT Kimia Farma belum dapat mencairkan tagihannya mencapai Rp48,05 miliar terkait adanya pembengkakan klaim biaya pelayanan Askeskin (Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat Miskin) di rumah sakit dalam besaran yang tidak wajar. Presiden Direktur Kimia Farma Gunawan Pranoto dalam kenferensi persnya di Jakarta, Jumat, mengatakan, perseroan saat ini belum dapat mencairkan tagihan dari 25 apotek yang ada di rumah sakit yang melayani Askeskin. Menurut Gunawan, besarnya tagihan tersebut cukup menganggu cash flow perseroan, dan pencairan ini masih menunggu verifikasi terhadap kebenaran dugaan ketidakwajaran pelayanan obat oleh ke-25 apotek milik perseroan. Untuk itu, lanjutnya, perseroan saat ini telah menurunkan Tim SPI (Satuan Pengawasan Internal) melakukan intern audit terhadap lima apotek di Rumah Sakit (RS) Bau-Bau Sulawesi Tenggara, RSUD Manado, RS Suraji Kalten-Jawa Tengah, RS Muntardi Solo-Jawa Tengah dan RS Zainul Abidin Banda Aceh. "Jika ditemukan kebenaran adanya penyimpangan, maka pihaknya akan melakukan sanksi dan hukum pada mereka," kata Gunawan. Dia juga menjelaskan bahwa pihaknya tidak membantah dan membenarkan pernyataan Menteri Kesehatan Siti Fadilah yang mengungkapkan ada salah satu rumah sakit yang melakukan itu bekerja sama dengan salah satu BUMN, Kimia Farma. "Kami tidak akan membantah atau membenarkan, saya harus buktikan sendiri apakah ada ketidakwajaran prosedur," jelasnya. Gunawan menambahkan bahwa apotek Kimia Farma yang ada di rumah sakit yang melayani peserta program Askeskin telah menjalankan sesuai prosedur. Gunawan mengungkapkan bahwa untuk resep yang sesuai dengan DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) yang dikeluarkan oleh PT Askes, Apotek Kimia Farma menyerahkan obat ke pasien setelah disetujui petugas pengendali yang ditetapkan oleh pihak Askes. Sedangkan untuk obat di luar DPHO, kata Gunawan, penyerahan obat dilengkapi dengan protokol terapi yang ditandatangani oleh dokter penulis resep, penanggung jawab departemen, direktur RS dan tim pengendali Askes dengan harga yang sesuai ketentuan. Sebelumnya Menkes Siti Fadilah Supari mengatakan bahwa ada klaim obat dari rumah sakit membengkak luar biasa. "Masa ada rumah sakit kecil di kota kecil yang tagihannya Rp2 miliar per bulan, sementara total tagihan rumah sakit sendiri hanya Rp150 juta per bulan," kata Siti pada 31 Juli 2007. Menurut Siti, biaya untuk obat-obatannya melambung sampai Rp1,5 miliar per bulan dan dalam satu resep ada tujuh macam obat yang diresepkan padahal yang dibutuhkan ternyata cuma dua. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007