Jakarta (ANTARA News) - Perjanjian kerja sama ekonomi (Economic Partnership Agreement/EPA) Indonesia dan Jepang yang akan ditandatangani dua kepala negara pada 20 Agustus 2007 di Jakarta diperkirakan dapat diimplementasi pada November 2007. "Kita sudah sepakat membentuk sub komite dua negara yang akan mengawasi pelaksanaan perjanjian itu. Kira-kira diperlukan waktu 2-3 bulan untuk internalisasi EPA oleh masing-masing negara," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Jakarta, Jumat. Dengan kesepakatan itu, Indonesia berharap bisa meningkatkan pangsa pasar ekspor berbagai produk ke Jepang. Saat ini, Jepang menyerap 20 persen dari total ekspor Indonesia. "Pertumbuhan ekspor kita ke Jepang diharapkan bisa naik terus 4,68 persen setiap tahunnya dan bisa bersaing dengan negara lain yang telah memiliki perjanjian serupa dengan Jepang," jelasnya. Sekitar 80 persen dari pos tarif Jepang yang berjumlah 9.275 akan dibebaskan dari Bea Masuk (BM). Sedangkan Indonesia membebaskan BM bagi 58 persen pos tarif yang berjumlah 11.163 nomor HS (Harmonized System). "Peluang bisnis yang terbuka dengan EPA ini dapat mencapai 65 miliar dolar AS pada 2010,"ujarnya. EPA juga diharapkan dapat meningkatkan investasi Jepang di Indonesia. Menurut Mendag, meski tidak ada komitmen investasi yang dijanjikan dalam EPA namun perusahaan otomotif Daihatsu dan produsen alat berat Jepang sudah berencana melakukan ekspansi bisnis di Indonesia. Penandatanganan EPA rencananya juga akan dibarengi dengan penandatanganan dua proyek pembangkit tenaga listrik, satu proyek infrastruktur dan di industri minyak dan gas. Nilai ekspor Indonesia ke Jepang selama 2006 mencapai 21 miliar dolar AS. Investasi utama Jepang di sektor mesin listrik dan elektronik mencapai 2,8 miliar dolar AS sedangkan di sektor kendaraan dan peralatan transportasi mencapai 1,6 miliar dolar AS. Investasi utama Jepang lainnya di Indonesia ada di industri mineral dan non metalik (862juta dolar AS), industri kimia dan obat-obatan (780 juta dolar AS), serta perdagangan dan reparasi (661 juta dolar AS). Dalam bidang jasa, Jepang dan Indonesia sepakat membuka akses bagi tenaga perawat medik dan orang tua (lansia). Selain itu, Jepang akan memberi bantuan teknis di sejumlah sektor seperti energi, industri manufaktur, pertanian, perikanan, pelatihan tenaga kerja, dan promosi ekspor serta Usaha Kecil Menengah (UKM) dan berjanji membantu pembangunan Manufacturing Industry Development Center (MIDEC). Kompensasi khusus bagi Jepang terkait bantuan teknis itu adalah adanya mekanisme User Specific Duty Free Scheme (USDFS) yang memberikan akses bebas BM bagi produk bahan baku buatan Jepang untuk diproses oleh perusahaan penanam modal asing Jepang di Indonesia. Sebagai timbal baliknya, Jepang akan memberikan pelatihan kepada pabrik di industri pemakai bahan baku tersebut. "Untuk memastikan kerjasama itu berjalan dengan baik, harus ada kontribusi dari swasta untuk mendorong implementasi capacity building," ucapnya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007