Jakarta, 7/8 (ANTARA) - Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengatakan tarif promosi seluler tidak boleh seenaknya diberlakukan oleh operator ponsel (telepon seluler) supaya tidak merugikan konsumen ponsel. "Tarif promosi tidak boleh seenaknya dilakukan, ada beberapa kriteria, misalnya pengembangan produk baru, perluasan area layanan atau pengembangan kapasitas di suatu area layanan tertentu," katanya di Jakarta, Selasa. Heru mengkhawatirkan tarif promosi yang diberlakukan oleh operator ponsel merupakan tarif riil atau tarif yang sebenarnya, sehingga bila itu dinamakan tarif promosi maka akan merugikan masyarakat pengguna. "Jadi memang masyarakat cenderung merasa tidak jelas. Dikhawatirkan nantinya setelah masa diskon habis, ternyata tarif seperti itu juga," katanya. Dia mengatakan, adanya operator yang memberlakukan tarif promosi sampai jangka waktu yang lama misalnya satu tahun bahkan lebih. "Kita mencurigai tarif promosi merupakan tarif riil, karena waktu tarif promosi diberlakukan begitu lama. Kalau itu memang tarif riil atau tarif aslinya, ya disampaikan saja itu tarif aslinya," kata anggota BRTI itu. Untuk menertibkan penerapan tarif promosi tersebut, BRTI mengeluarkan peraturan bahwa sebelum tarif promosi diberlakukan harus mendapatkan persetujuan dari BRTI. "Tarif promosi itu harus mendapatkan persetujuan dari BRTI, dan harus diberitahukan 30 hari kalender sebelumnya. Kita akan melihat alasan operator itu berpromosi, berapa lama. Itu yang penting dan yang utama untun menjaga agar operator tidak melakukan distorsi pasar ," kata Heru. Tapi kebijakan baru dari BRTI ini, lanjut Heru, masih usulan kebijakan yang dikonsultasikan ke publik. Heru mengatakan usulan kebijakan ini merupakan hasil pertemuan BRTI, Ditjen Postel Depkominfo, dan perwakilan operator yang membahas mengenai masalah tarif telepon. Heru mengatakan dalam rapat pertemuan pembahasan tarif tersebut disepakai adanya beberapa paket mengenai tarif telepon. "Pertama, paket perhitungan tarif baru interkoneksi yang mungkin diberlakukan 1 Januari 2008, sedang kita hitung. Sudah keluar angkanya tetapi belum merupakan angka angka akhir, karena masih perlu kita dalami, kita cek lagi apakah data-datanya sudah benar," kata Heru. Heru menambahkan mengenai penentapan dan perubahan tarif yagn terkait dengan perubahan interkoneksi berdasarkan cost base dan regulator hanya membuat rumusan atau formula perhitungan tarifnya saja untuk batas atas dan batas bawah. "Perhitungan tarif diserahkan ke operator berdasarkan rumus dari kita. Kita hanya menetapkan batas atas dan batas bawah agar operatpr bersaing secara adil," lanjut Heru. Dia menambahkan BRTI nantinya akan melakukan pengawasan kepada operator mengenai tarif seluler yang mereka berlakukan. Sementara itu, siaran pers Ditjen Postel menjelaskan bahwa tarif promosi dapat dilakukan dengan cara penetapan tarif dari suatu jenis layanan telekomunikasi melalui jaringan bergerak selular yang ditetapkan oleh penyelenggara dalam jangka waktu terbatas dalam rangka kegiatan promosi. Ditjen Postel juga menyebutkan tarif promosi juga merupakan kegiatan lain yang berdampak terhadap penurunan atau penghapusan suatu jenis beban biaya kepada pengguna dengan besaran tarif promosi tersebut dapat lebih rendah dari tarif minimum rata-rata yang ditetapkan oleh penyelenggara. Implementasi tarif promosi tersebut dapat dilakukan oleh penyelenggara dengan ketentuan penerapan tarif promosi oleh penyelenggara dominan untuk jangka waktu lebih dari 7 hari kalender secara berturut-turut wajib mendapatkan persetujuan BRTI. Ditjen Postel juga menyebutkan penerapan Tarif Promosi oleh Penyelenggara non Dominan untuk jangka waktu lebih dari 30 hari kalender secara berturut-turut wajib mendapatkan persetujuan BRTI. Usulan mengenai tarif oleh Ditjen Postel ini terkait dengan Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Tata Cara Penetapan Tarif Jasa Telekomunikasi Yang Disalurkan Melalui Jaringan Bergerak Seluler.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007