Jakarta, (ANTARA News) - Bank Indonesia dinilai perlu mewaspadai dan mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga yang kemungkinan bakal dilakukan bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve pada bulan September atau akhir tahun 2018.

"Kenaikan suku bunga tersebut nantinya dikhawatirkan akan kembali memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, fluktuasi nilai tukar rupiah dikhawatirkan akan mendorong investor untuk memindahkan investasinya ke dalam produk keuangan dan investasi di Amerika Serikat.

Ia berpendapat, apabila melihat komponen investasi asing di Indonesia, sebagian besar investasi masih dalam bentuk investasi di pasar keuangan yang relatif lebih mudah keluar seketika dibandingkan dengan investasi langsung (FDI).

Sehingga, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan kenaikan tingkat suku bunga pada September dan akhir tahun mendatang akan mengakibatkan depresiasi nilai rupiah.

"Depresiasi nilai mata uang rupiah tersebut akan berdampak kepada berbagai kegiatan ekonomi, terutama di bidang perdagangan internasional. Produk-produk industri yang menggunakan bahan mentah atau input yang diimpor akan mengalami peningkatan biaya produksi sehingga dapat menurunkan daya saing produk tersebut karena harga yang menjadi lebih mahal," kata Ilman.

Selain itu, ujar dia, komoditas pangan yang diimpor seperti beras, gula, dan daging sapi juga akan berpotensi mengalami kenaikan harga karena nilai rupiah yang semakin melemah.

Untuk itu, pemerintah dinilai perlu melakukan langkah antisipasi agar Indonesia tidak terkena dampak dari kenaikan suku bunga The Fed pada September dan akhir tahun.

Sebelumnya, Kantor Berita Reuters melaporkan bahwa Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah pada Rabu (1/8).

The Fed mengatakan pertumbuhan ekonomi telah meningkat dengan kuat dan pasar kerja terus menguat, sementara inflasi tetap mendekati target bank sentral dua persen sejak pertemuan kebijakan terakhirnya pada Juni, ketika bank sentral menaikkan suku bunga.

"Peningkatan lapangan pekerjaan sangat kuat, secara rata-rata, dalam beberapa bulan terakhir, dan tingkat pengangguran tetap rendah. Pengeluaran rumah tangga dan investasi tetap perusahaan telah tumbuh kuat," kata The Fed dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan kebijakan dua harinya berakhir.

The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 1,75 persen hingga 2,00 persen.

Selain itu, The Fed saat ini memperkirakan dua kenaikan suku bunga lagi hingga akhir tahun ini. Investor mengesampingkan langkah pada pertemuan minggu ini, karena mereka fokus pada kenaikan suku bunga bulan depan dan pada Desember.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersyukur Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mempertahankan suku bunga acuannya di tengah kekhawatiran tentang ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra-mitra dagangnya.

"Jerome Powell (Kepala Dewan Gubernur The Fed) tidak menaikkan tingkat suku bunga Fed, alhamdulillah. Karena kalau ia naikkan, bisa goyang lagi," kata Darmin dalam forum "Business Launch: Waspada Ekonomi Indonesia di Tahun Politik" di Jakarta, Kamis (2/8).
Baca juga: Pendapat Tony Prasetiantono soal nilai tukar rupiah
Baca juga: BI perkirakan pertumbuhan ekonomi 5,15 persen kuartal II



 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2018