Surabaya, Jawa Timur (ANTARA News) - Tarijah berangkat ke Tanah Suci Mekkah bersama jamaah dalam kelompok terbang 59 Embarkasi Surabaya pada Senin malam, setelah bertahun-tahun menabung hasil dagang nasi aking di Pasar Wage, Nganjuk.

Wajahnya berseri saat menuturkan upayanya mengumpulkan uang untuk pergi haji ke Tanah Suci.

"Saya punya keinginan naik haji sejak suami saya meninggal dunia karena sakit di tahun 2003," kata perempuan 73 tahun itu saat ditemui di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menjelang keberangkatannya ke Tanah Suci.

Biaya berhaji dia kumpulkan dari hasil berdagang nasi aking serta arang dan barang bekas seperti buku, koran dan botol di Pasar Wage, sekitar dua kilometer dari tempat dia tinggal.

"Ke pasar itu tiap hari saya jalan kaki, pulang-pergi," kata Tarijah, yang tinggal di rumah sederhana bersama seorang cucu dari seorang anaknya yang sudah meninggal dunia karena stroke.

Penghasilanya tidak tentu, kalau ramai bisa dapat Rp100 ribu dalam sehari. "Kalau kadung sepi ya enggak dapat uang sama sekali," ujarnya.

Tarijah selalu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk tabungan haji. Dia menyimpannya di bawah kasur kamar rumahnya karena tidak tahu cara menabung di bank. 

"Saya tidak tahu caranya meyimpan uang di bank," katanya.

Upaya menjaga keamanan simpanan uang hanya dia lakukan dengan mengunci pintu kamar rapat-rapat.

Saat simpanan uangnya di bawah kasur sampai Rp20 juta tahun 2010, Tarijah langsung membawanya untuk mendaftar haji.

"Saat itu masih kurang Rp5 juta. Saya berhutang kepada seseorang untuk menutup kekurangannya. Saya cicil selama delapan tahun. Alhamdulillah sekarang sudah lunas semuanya," katanya.

Baca juga: Laporan dari Mekkah - Jamaah Haji Indonesia mulai berdatangan
 

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo, Hanif Nashrullah
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2018