Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI dari F-PAN, Mulfahri Harahap, di Jakarta, Rabu, menyesalkan ketidakmampuan pemerintah dan para pihak terkait dalam mendorong pertumbuhan teknologi informasi serta bisnis media nasional dengan berakibat semakin tak berdayanya bangsa kita di lingkup kawasan Asia Tenggara. "Salah satu buktinya adalah pada bidang pertelevisian. Sebuah perusahaan dari Malaysia diberikan kebebasan seluas-luasnya beroperasi di Tanah Air dan memonopoli siaran tertentu yang banyak peminatnya di sini," ungkapnya kepada ANTARA News. Mestinya, demikian Mulfahri Harahap, ada produk hukum yang pasti dan dipatuhi oleh semua pelaku bisnis teknologi informasi maupun media, dengan tidak mengorbankan pemain domestik. "Sekarang, karena tidak diatur dengan bijak dan penuh pertimbangan bagi kepentingan nasional ke depan, mau nonton siaran bola yang merupakan mayoritas pemirsa di Indonesia, harus beli hak siar yang dikuasai perusahaan televisi Malaysia itu," ujarnya masih dengan nada kesal. Apa yang terjadi dengan contoh kasus ini, menurut Mulfahri Harahap, merupakan bukti Indonesia telah mengalami kekalahan telak dalam adu kekuatan ekonomi pada umumnya, khususnya di bidang teknologi informasi, komunikasi, media di kawasan Asia Tenggara. "Tetapi lebih dari itu, atau yang kedua, terus terang saya dapat katakan, situasi ini merupakan bukti tidak respeknya Malaysia yang coba menguasai lahan orang dengan memanfaatkan kelemahan aturan di Indonesia. Dan yang ketiga, Indonesia memang cuma jago kandang. Semua merasa jago di lingkup sendiri, tetapi tak berani bertarung dengan pihak luar," katanya lagi. Sebagaimana diberitakan melalui berbagai media di Jakarta, pemirsa di Indonesia tidak lagi sebebas tahun sebelumnya untuk mendapatkan siaran langsung sepakbola di beberapa negara Eropa, terutama Inggris. "Kita mesti beli dulu hak siarnya dari Astro, sebuah perusahaan Malaysia yang mendapat hak monopoli untuk itu. Ini khan keterlaluan. Berapa saja `capital out flow` rupiah lari ke luar hanya dari kasus ini," tanya Mulfahri Harahap tetap dengan nada geram.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007