Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh lintas agama yang tergabung dalam Komite Indonesia untuk Agama dan Perdamaian atau Indonesian Committee on Religions for Peace (IComRP) menyatakan prihatin bahwa masih ada rakyat Indonesia yang belum menikmati kemerdekaan hakiki. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan bahwa secara formal bangsa Indonesia memang telah merdeka, tapi hakekat kemerdekaan belum dicapai. "Dulu dikatakan Presiden Soekarno bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas untuk mencapai keadilan, kemakmuran bagi seluruh bangsa. Tapi, sudah 62 tahun, masih ada kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran," kata Amidhan dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu. Hal sama juga disampaikan Ketua Umum Generasi Muda Buddhis Indonesia Lius Sungkharisma yang menegaskan bahwa kemerdekaan adalah kemakmuran dan kesejahteraan. "Memang saat ini, kita sudah merdeka selama 62 tahun. Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan dan kalau masih ada yang kurang adalah tanggung jawab kita bersama," katanya. Ketua Umum IComRP, yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan, kemerdekaan secara hakiki memang belum dinikmati bangsa Indonesia. "Apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa belum sepenuhnya terwujud, masih ada kemiskinan, kebodohan, korupsi, pengangguran, ketidakadilan, serta penyelewengan kekuasaan dan dominasi asing di bidang politik, ekonomi, dan budaya," katanya. Oleh karena itu, IComRP mendorong kepada semua pihak agar bekerja keras dalam kebersamaan, dalam masyarakat majemuk, pluralisme atas dasar agama dan suku bangsa. "Kami mendesak pemerintah dan seluruh komponen bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut," ujarnya. Din menegaskan, NKRI yang kuat dan maju akan terwujud bila kehidupan kebangsaan menjamin dan mengembangkan pluralisme dan kemajemukan sebagai modal sosial bangsa, dan menghindari konflik baik horisontal dan vertikal baik di tingkat pimpinan maupun masyarakat. "Satu hal yang penting, kita juga menolak adanya segala bentuk separatisme," demikian Din Syamsuddin.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007