Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin, mengatakan sekadar protes karena suara adzan yang terlalu keras tidak bisa disebut menistakan agama bila dilakukan dengan cara yang baik.
    
"Kalau dia menolak sambil mencela adzan sebagai ajaran atau praktik keagamaan, maka itu termasuk menistakan agama," kata dia, melalui pesan tertulis, di Jakarta, Senin.
    
Utusan khusus presiden untuk dialog dan Kkerjasama antaragama dan peradaban itu mengatakan hal itu, untuk menanggapi kasus pada Meiliana, seorang warga Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara.

Warga Tanjung Balai itu memprotes suara adzan di mesjid, yang berujung pada vonis menista agama pada dia. Meiliana divonis 18 bulan penjara atas kasus penistaan agama oleh Pengadilan Negeri Medan. 

Hakim menilai ia terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 156 a KUHP atas perbuatannya memprotes volume suara azan yang berkumandang di lingkungannya.
 
Namun, bila protes terhadap suara adzan yang dinilai terlalu keras itu dilakukan dengan cara kasar dan sinis, mencela dan menghina, Syamsuddin mengatakan, hal itu tidak bisa dikatakan hanya memprotes suara adzan.
    
"Itu sama saja mencela praktik keagamaan umat agama lain. Sesungguhnya dia telah menistakan agama," katanya.
 
Baca juga: Komnas HAM: Kasus Meiliana bukan penistaan agama
Baca juga: DPR sayangkan putusan pengadilan terkait Meiliana

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2018