Canberra (ANTARA News) - Setelah mendekam sekitar 14 bulan di penjara Silverwater Sydney, Judha Suryadana Baka (38) akhirnya dapat kembali ke tanah air setelah hakim Pengadilan Distrik Sydney membebaskannya dari segala tuduhan terlibat dalam kasus pengedaran dua juta "pil aktivet". "Judha sudah kembali ke Jakarta via Sydney pada 11 Agustus lalu," kata Konsul Bidang Kekonsuleran Konsulat Jenderal RI di Sydney Edi Wardoyo kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Canberra, Senin. Ia mengatakan, sebenarnya tuduhan Polisi Federal Australia (AFP) bahwa Judha "terlibat" dalam kasus pengedaran dua juta pil aktivet (obat penyakit flu) yang, seperti dituduhkan polisi, dapat diproses menjadi obat psikotropika jenis ice itu, lemah karena tidak ada bukti konkrit, namun pengadilan lokal tidak dapat mengambil keputusan dan AFP mengangkat kasusnya ke tingkat pengadilan distrik yang memakai sistem juri. Kasus warga Jakarta ini bermula dari kunjungannya ke Sydney untuk berlibur selama tiga atau empat hari. Selama masa berliburnya itu, ia bermaksud bertemu seorang teman lama sambil janjian bertemu istrinya yang bekerja sebagai pramugari Garuda Indonesia, kata Edi menuturkan kronologis kejadian 14 bulan lalu itu. Namun sebelum berangkat ke Sydney, Judha yang bekerja di sebuah perusahaan ekspor-impor furnitur ke Australia di Jakarta itu diminta Samuel Ranta Salu, pemilik perusahaan dimana dia bekerja, untuk menyerahkan sebuah jaket kepada Belinda, seorang mitra bisnis Salu, di Sydney. Judha tiba di kota metropolitan terbesar di Australia itu pada 18 Juni 2006 pagi. Setelah meletakkan barang-barang bawaannya di hotel, Judha bergegas ke rumah Belinda. Namun, karena ia tidak tahu alamat rumah Belinda, ia lalu dijemput dengan mobil oleh seseorang bernama Jefri alias Peter. Dalam perjalanan dari hotel ke rumah Belinda, Judha diminta Jefri alias Peter untuk pindah ke sebuah truk dengan alasan bahwa truk tersebut akan menuju rumah Belinda, kata Edi. "Tanpa curiga apapun, Judha naik ke truk yang akan menuju rumah Belinda untuk menyerahkan jaket. Setibanya di rumah itu, ia diterima di ruang tunggu. Namun melihat supir truk tersebut mengangkati kotak-kotak dari rumah Ibu Belinda untuk dimasukkan ke truk, Judha tidak enak hati jika tidak membantu tanpa mengetahui isi kotak-kotak tersebut, dan tanpa tahu bahwa petugas AFP telah memantau rumah tersebut," katanya. Judha pun ikut membantu merapikan kotak-kotak yang diangkat supir truk dan juga suami Belinda bernama Simon Cambel dari atas bak truk. Setelah selesai, supir truk yang hendak meninggalkan rumah Belinda diminta Judha untuk mengantarkannya kembali ke hotel tempat dia menginap. Supir truk bernama Chang itu setuju mengantarkannya ke hotel. Namun, Chang menurunkan Judha di jalan terdekat ke hotel. Dalam perjalanannya ke hotel tempat dia menginap itu, aparat kepolisian Australia menangkapnya dengan tuduhan bahwa dia berkonspirasi dalam kasus pengedaran dua juta "pil aktivet" yang dikirim dari Jakarta oleh Samuel Ranta Salu kepada Belinda. "Dari informasi yang saya ketahui, Samuel juga sempat ditangkap aparat kepolisian kita dan ditahan selama dua bulan ... Jefri alias Peter sendiri melarikan diri setelah mengetahui penangkapan Judha," katanya. Mengetahui kejadian ini, sejak semula KJRI Sydney, KBRI Canberra, dan perwira penghubung senior Polri di KBRI Canberra memberikan perhatian besar terhadap kasus Judha, kata Edi. Dalam pengadilan di tingkat lokal, selain Judha, terdapat tiga terdakwa lain, yakni Belinda dan suaminya serta supir truk. Hakim pengadilan lokal ini membebaskan supir truk tersebut dari tuduhan polisi sedangkan kasus Judha masih harus berlanjut ke tingkat pengadilan distrik. Pengadilan distrik itu dimulai pada 30 Juli 2007 dan proses persidangan memakan waktu empat minggu non-stop dari Senin hingga Jumat. "Dan, pada 8 Agustus 2007, pengadilan distrik membebaskan Simon Cambel (suami Belinda-red) dan Judha karena mereka terbukti tidak mengetahui isi kotak-kotak tersebut," katanya. Bukti dari ketidakterlibatan Simon dan Judha itu didasarkan pengadilan dari hasil pemantauan atas hasil percakapan telepon rumah, telepon selular, dan pengiriman pesan singkat (SMS) Belinda, Simon, dan Judha. "Judha akhirnya bebas. Ia kembali ke Jakarta via Bandar Udara Internasional Sydney. Apa yang menarik dari kasus ini adalah upaya pihak kepolisian Australia untuk meyakinkan pihak pengadilan dengan menyebutkan bahwa rekam jejak tentang Judha di Kepolisian RI tidak ada karena Polri tidak memiliki data base sentral. Namun, argumentasi pihak kepolisian Australia ini dapat dipatahkan," katanya. Apa yang disampaikan pihak AFP di persidangan sangat merugikan kepentingan warga negara Indonesia karena, kendati data base sentral mungkin belum dimiliki Polri, Polri memiliki metode tersendiri untuk melacak rekam jejak seseorang dalam waktu yang relatif singkat, katanya. Pihak AFP terkesan `ngotot` dalam kasus ini namun tiga dari empat orang yang mereka tangkap justru dibebaskan pengadilan karena tuduhan mereka tidak terbukti di pengadilan, kata Edi menambahkan.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007