Kendari (ANTARA News) - Terpidana mati Abdul Rahim (45) yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap tiga orang, saat ini semakin taat beribadah. Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Punggolaka, Kendari, Bakri Lakka, di Kendari, Selasa, mengatakan terpidana Abdul Rahim menjalani hari-harinya dengan ibadah dalam ruangan khusus. "Secara psikologis terpidana siap menjalani hukuman yang dijatuhkan pengadilan. Sebagai manusia biasa pasti ada penyesalan, tetapi itulah resiko bagi pelaku," kata Bakri Lakka. Pihak keluarga dapat menemui terpidana, tetapi pada waktu yang telah ditentukan. "Biasanya tidak diizinkan bertemu keluarga karena beberapa pertimbangan, namun semua akan ditentukan kemudian," katanya. Abdul Rahim terbukti membunuh Nadir Abola (39) beserta istrinya, Erlina (36) dan putrinya, Dila (5). Korban ditemukan membusuk dalam rumahnya pada Selasa (3/4). Pengamanan terhadap Abdul Rahim berbeda dengan nara pidana (Napi) lainnya, apalagi kasusnya adalah pembunuhan. Majelis hakim PN Kendari yang diketuai, Sabar Tarigan Sibero, SH dan anggotanya, Muh. Yusuf, SH dan Imanuel Sembiring, SH memvonis mati Abdul Rahim. Vonis mati sebagaimana diatur pada pasal 340 KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sama dengan tuntutan jaksa, Ketut Winawa, SH dan Herlina Rauf, SH. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, yakni pembunuhan dilakukan secara sadis, menghilangkan tiga nyawa sekaligus, berbelit-belit memberikan keterangan dan tidak menyesali perbuatannya. Penasehat hukum, Abdul Rahim, Ayatullah, SH mengemukakan kliennya sudah mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI. "Perjuangan mempertahankan haknya sebagai warga negara masih panjang. Eksekusi tidak dapat dilakukan sebelum ada putusan hukum tetap," katanya. Sedangkan, pelaku kedua, Kasri (12) oleh hakim PN Kendari menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dengan alasan masih di bawah umur. Nadir sekeluarga ditemukan menjadi mayat dalam keadaan membusuk di rumahnya (10/4) Jalan Lumba-Lumba, Kecamatan Kambu, Kota Kendari. Motif dari peristiwa yang memiriskan itu adalah dendam karena Abdul Rahim disebut perampok oleh istri Nadir Abola, Erlina. Korban Erlina dan terpidana yang masih ada hubungan keluarga tidak menaruh curiga. Namun, kehadiraan lelaki tidak tahu berbahasa Indonesia di rumahnya, Selasa (3/4) tidak lain adalah untuk menjemput nyawa mereka sekeluarga. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007