Sidoarjo (ANTARA News) - Setelah melakukan doa bersama di tempat penampungan Pasar Baru Porong (PBP), sekitar 150 warga pengungsi korban lumpur Lapindo Brantas Inc. yang masih bertahan di PBP, Kamis "ngluruk" (mendatangi ramai-ramai) Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Mereka menyampaikan fatwa Ulama lintas Agama dalam Bahtsul Masail 21-23 Agustus 2007 ke Bupati Sidoarjo WIn Hendrarso. Ini merupakan pertemuan pertama antara Bupati Sidoarjo dengan warga pengungsi Pasar Baru Porong, setelah polemik mengenai ancaman penghentian fasilitas air, listrik, dan ransum makanan kepada pengungsi. Ketua Paguyuban Warga Reno Kenongo Menolak Kontrak (Pagar Rekontrak) Sunarso mengatakan, upaya ini merupakan bentuk perjuangan sekaligus dukungan sejumlah elemen masyarakat di luar korban terhadap korban pengungsi di PBP. "Harapan kami Bupati Sidoarjo bisa terus memperjuangkan nasib warga di pengungsian Pasar Baru Porong," katanya menegaskan. Sebanyak 700 lebih KK pengungsi korban lumpur kini masih bertahan di Pasar Baru Porong. Mereka menolak pemberian uang kontrak dari Lapindo Brantas Inc, karena ingin menentukan nasibnya sendiri. Mereka minta agar ganti rugi diberikan minimal dalam bentuk uang muka 50 persen, relokasi bedol desa ke wilayah sekitar Pandaan-Kejapanan, dan lahan seluas 30 hektare sebagai fasilitas umum. Namun tuntutan itu bertentangan dengan Perpres 14/2007 yang mengamanatkan ganti rugi dibayarkan 20 persen dibayar di muka. Untuk itu, Pagar Rekontrak juga bersikeras ingin membatalkan Perpres yang dinilai tidak pro korban lumpur. Aksi warga pengungsi lumpur di Pendopo Kabupaten Sidoarjo ini cukup mendapatkan penjagaan ketat dari aparat. Bahkan, polisi mengerahkan sebuah water canon dan ratusan personel Dalmas untuk mencegah amuk massa. Aksi ini berlangsung damai meskipun para korban lumpur tersebut tak mendapatkan respon yang diinginkannya. Mereka juga pulang dengan tertib tanpa terjadi insiden berarti. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007