Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan suhu Jakarta dalam periode 100 tahun terakhir jauh melampaui kenaikan suhu rata-rata dunia, kata Prof. Mezak Arnold Ratag, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). "Pada tahun 1870 suhu Jakarta 26 derajat Celcius, namun dalam 100 tahun naik 1,4 derajat. Angka ini melampaui rata-rata dunia yang hanya 0,7 derajat," kata Mezak, kepada ANTARA News, di Jakarta, Jumat. Kenaikan suhu Jakarta ini, lanjut dia, terjadi akibat kombinasi keadaan global yang memang mengalami pemanasan global dan kondisi kota yang semakin gersang. "Jakarta sudah berkembang sedemikian rupa, pohon-pohon sudah banyak ditebang dan lahan banyak ditutup aspal dan tembok," katanya. Ini juga terkait dengan laju urbanisasi dan tata ruang kota Jakarta, tambah Mezak. BMG sendiri memantau kenaikan suhu Jakarta dari gedung lamanya yang berada di Jalan Arif Rahman, Jakarta Pusat. Menurut standar Badan Cuaca Dunia (WMO), titik pemantauan suhu tidak boleh berpindah-pindah, tapi sayang gedung tua BMG sekarang sudah menjadi gedung tak terpakai akibat tukar-guling. "Kami akan mencoba agar gedung kantor lama tetap bisa kami gunakan sebagai titik pemantauan," kata dia. Selain Jakarta, BMG juga tengah memantau kenaikan suhu di 19 kota lain di seluruh Indonesia. Di Medan, masih kata Mezak, justru kenaikannya lebih besar, yaitu 1,5-1,9 derajat Celcius dalam periode 100 tahun terakhir. Sementara Kota Surabaya kisaran kenaikannya mencapai 1,5-1,6 derajat Celcius. "Tapi sebagian kota lain ada juga yang kenaikan suhunya di bawah rata-rata 0,7 derajat Celcius," tambah dia. Kenaikan suhu berakibat langsung terhadap peluang turunnya hujan berintensitas lebat. "Daerah yang suhunya panas memiliki tekanan yang rendah, dan uap air akan berlomba-lomba ke sana, sehingga jika ada sedikit saja gangguan dengan angin akan membuat curah hujan lebih lebat," kata Mezak. Data BMG menyebutkan dalam kurun periode waktu tahun 1900-2000 curah hujan di Jakarta naik 13 persen. "Ini artinya cuaca ekstrim basah akan semakin sering terjadi di Jakarta, seperti hujat lebat di musim kemarau," kata dia. Mezak bahkan mengatakan Jakarta bisa saja lebih sering mendapat curah hujan hingga 500 milimeter per bulan, padahal 100 tahun yang lalu rata-ratanya hanya berkisar 319-356 milimeter.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007