Jakarta, (ANTARA News) - Pengamat sektor perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan peluang melesatkan nilai ekspor di tengah perang dagang AS-RRC adalah tergantung kesiapan industri perikanan nasional.

"Peluang ekspor yang dimiliki oleh Indonesia, sepenuhnya bergantung kepada kesiapan industri perikanan nasional," kata Abdul Halim, di Jakarta, Minggu.

Tingginya kurs dolar AS terhadap rupiah bisa berimbas positif apabila didukung pelaku industri domestik dalam memanfaatkan peluang pasar perikanan di AS, sebaliknya berimbas negatif apabila tidak ada kesiapan, apalagi AS menerapkan sejmlah aturan baru untuk produk perikanan ekspor ke negaranya.

Abdul Halim juga mengingatkan bahwa melambungnya nilai tukar rupiah terhadap dolar juga telah menaikkan ongkos produksi.

Saat ini, ada dua tantangan yang dihadapi pengusaha perikanan, yaitu ketidakpastian iklim usaha di dalam negeri dan persyaratan baru yang diterapkan AS kepada produk perikanan dari Republik Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong pengusaha perikanan nasional untuk dapat melakukan terobosan ekspor dengan mencari peluang dan kesempatan di tengah-tengah fenomena perang dagang antara AS dan RRC.

"Semestinya pengusaha Indonesia melakukan terobosan dan mengambil inisiatif dari situasi ini," kata Menteri Susi di Jakarta, Jumat (21/9).

Menurut dia, pada saat ini adalah waktunya pengusaha untuk dapat meningkatkan produksinya guna melakukan ekspor langsung ke negara adidaya.

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan juga tidak menginginkan pengusaha mengambil jalan pintas yang merugikan Indonesia seperti meminjamkan nama kepada China agar produknya bisa masuk ke Amerika Serikat.

Susi mengingatkan bahwa tren produksi perikanan pada saat ini meningkat, seperti pada tahun 2017, produksi perikanan tangkap mencapai 6,8 juta ton dan produksi perikanan budidaya 16,1 juta ton.

Berdasarkan data KKP, lima provinsi yang memiliki tren produksi perikanan tangkap di laut terbesar 2015-2017 yaitu Provinsi Maluku, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Sementara lima jenis ikan tangkap di laut yang memiliki tren produksi terbesar 2015-2017 yaitu cakalang, tongkol, kakap, kembung, dan udang.

Sedangkan lima provinsi yang memiliki tren produksi perikanan budidaya terbesar 2015-2017 yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

Selanjutnya, lima jenis ikan budidaya yang memiliki tren produksi terbesar 2015-2017 yaitu rumput laut, nila, lele, udang, dan bandeng.
Baca juga: KKP diminta bimbing pengusaha penuhi sertifikasi ekspor
Baca juga: Kebutuhan ikan tinggi, KKP dorong ekspor lele
Baca juga: China butuh tambahan 125 ton ikan Indonesia

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Royke Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2018