Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah Kamis pagi pukul 09:20 WIB menguat tipis lima poin menjadi Rp9.400/9.410 dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya Rp9.405/9.423. "Kenaikan rupiah itu, karena sebagian besar pelaku pasar berdiam diri, mereka menunggu indikator ekonomi AS, terutama sektor perumahan," kata Analis Valas PT Bank Saudara, Ruri Nova, di Jakarta. Ia mengatakan aktivitas pasar masih lesu, meski pelaku pasar cenderung berspekulasi membeli rupiah dalam jumlah yang kecil. Spekulasi beli rupiah memicu mata uang lokal itu menguat, namun kenaikannya diperkirakan hanya sesaat, karena masih belum ada faktor pendukung pasar yang kuat, katanya. Menurut dia, pelaku pasar juga menunggu pertemuan Bank Sentral AS (The Fed) yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga The Fed Rate untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS yang cenderung melemah. Melambatnya ekonomi AS itu terutama disebabkan kasus gagal bayar perumahan (Subprime Mortgage) serta inflasi yang meningkat, katanya. Kenaikan rupiah, menurut dia juga dipicu oleh membaiknya pasar saham regional yang didukung oleh bursa Wall Street, namun dukungan pasar tersebut tidak memicu rupiah naik tajam. Hal ini disebabkan pasar masih mengkhawatirkan ekonomi AS yang dikatakan akan semakin melambat, ucapnya. Ia mengatakan apabila Bank Indonesia (BI) masuk pasar dengan melakukan intervensi maka kenaikan rupiah kemungkinan besar akan lebih besar. Namun BI mungkin mempunyai kebijakan lain dalam hal ini sehingga membiarkan rupiah menguat tergantung pasar, ucapnya. Mengenai dolar AS, menurut dia, melemah terhadap yen 0,35 persen menjadi 115,70 dari sebelumnya 116,95 dan ero turun 0,45 persen menjadi 158,30 dari 158,95. Turunnya dolar AS, karena pelaku asing cenderung membeli yen di pasar global, katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007