Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia tidak boleh memberi peluang bagi gerakan-gerakan diplomatik Israel, kata tokoh Betawi yang juga pengamat Zionis, Ridwan Saidi. "Seperti kita tahu ada sejumlah pertemuan internasional dimana delegasi Israel datang ke Indonesia," ujarnya, dalam seminar bertajuk 'Kebangkitan Umat Islam dan Kehancuran Zionis Israel' di Jakarta, Kamis. Menurut dia, itu sebetulnya RI tidak boleh mengkhianati komitmennya untuk tetap mendukung perjuangan Palestina. "Delegasi RI di DK PBB juga harus berjuang untuk memperjuangkan anti kolonialisme, tidak boleh jadi corong AS," katanya. Ridwan mengatakan bahwa umat Islam harus mengawal pemerintah RI agar tidak menyimpang dari kesepakatan untuk mendukung Palestina. "Kita juga harus mempunyai cita-cita untuk membebaskan Masjid Al-Aqsha," ujarnya. Sementara itu, pemimpin umum LKBN ANTARA, Asro Kamal Rokan, sebagai pembicara kunci seminar mengatakan bahwa sekalipun korban terus berjatuhan di Palestina, faktanya kepentingan politik dan kekuasaan -- terutama di wilayah terdekat dengan Palestina -- telah menjauhkan mereka dari rasa kemanusiaan. "Bahkan di dalam Palestina sendiri terjadi perpecahan..., pertikaian terus menelan korban," ujarnya. Menurut Asro, perlombaan senjata di kawasan Timur Tengah juga mengancam stabilitas di kawasan itu. "Inilah hebatnya peran AS, dengan alasan menghadapi Iran yang disebut-sebut sebagai salah satu poros kejahatan, negara-negara Arab membeli senjata pemusnah dalam jumlah besar," ujarnya. Penjualan senjata kepada negara-negara Arab, lanjut dia, tentu saja membuat Israel khawatir atau pura-pura khawatir, sehingga mendapatkan bantuan AS senilai 30 miliar dolar AS selama 10 tahun. Asro menilai negara-negara Arab lebih memikirkan keamanan dirinya dari ancaman yang kadang-kadang tidak nyata. "Invansi AS ke Irak telah menjadi contoh nyata bagaimana negara-negara Arab itu mengambil posisinya," ujarnya. Kenyataan ironis Asro juga mengatakan bagaimana 30 tahun lalu Henry Ford dalam bukunya yang berjudul "The International Jew" telah mengingatkan bahaya Yahudi, namun ironisnya rakyat AS terus saja tertidur dan bahkan ironisnya menjadi alat jaringan Yahudi itu termasuk juga negara-negara Islam yang terjebak dalam skenario Yahudi yaitu skenario "dominasi dan hancurkan". "Bertahun-tahun seperti itu sehingga saya khawatirkan tragedi kemanusiaan di Palestina itu menjadi sesuatu yang biasa dan hilang pula di muka bumi," katanya. Pelanggaran HAM dan kegiatan pendudukan Palestina oleh Israel telah terjadi selama lebih dari 40 tahun terakhir dan sekalipun berbagai resolusi telah dikeluarkan oleh DK PBB namun Israel tetap tidak mengubah sikapnya. Dukungan dari sejumlah negara besar kepada Israel secara tidak langsung juga mengakibatkan perundingan antara Palestina-Israel yang telah dirintis bertahun-tahun selalu mengalami kebuntuan. Sebagai wujud solidaritasnya kepada nasib bangsa Palestina, Indonesia tidak mengakui keberadaan Israel dan menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007