Jakarta (ANTARA News) - Pengamat perikanan Abdul Halim mengharapkan Indonesia dapat mengambil peluang dari sektor perikanan menyusul terimbasnya sektor perikanan China akibat perang dagang dengan Amerika Serikat.

"China sebagai produsen perikanan terbesar di dunia, baik tangkap maupun budidaya, jelas terimbas dengan kenaikan tarif yang dikenakan AS," kata Abdul Halim, Rabu.

Namun, menurut dia, pemerintah China tidak akan berdiam diri dan dipastikan melakukan pukulan balik terhadap produk AS yang memasuki pasar mereka.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu mengingatkan bahwa peluang yang dimiliki pengusaha RI untuk mengambil kesempatan tergantung kesiapan industri nasional.

Abdul Halim juga berpendapat bahwa perang dagang adalah bentuk lain dari perang mata uang.

"Apa yang terjadi antara China dan AS hanyalah cara untuk menekan defisit neraca perdagangan," ucapnya.

Sebagaimana diwartakan, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengingatkan pentingnya kerja sama Selatan-Selatan sebagai respon menghadapi dampak negatif perang dagang.

"Keadaan ekonomi global saat ini menuntut pentingnya kerja sama Selatan-Selatan, terutama untuk menciptakan respon, serta strategi dalam menangani berbagai situasi yang terjadi," katanya dalam diskusi panel berjudul "The Growing Importance of South-South Cooperation Amid Trade Tensions and Global Financial Market Volatility" sebagai salah satu rangkaian acara Pertemuan Tahunan IMF-WB 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).

Mardiasmo mengingatkan kerja sama ini semakin mendesak karena ketegangan perdagangan dan ketidakpastian dalam perang tarif yang dilakukan AS serta China dapat memberikan konsekuensi terhadap kinerja ekspor impor.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memperkirakan perang dagang, yang menimbulkan ketidakstabilan perekonomian global, masih akan berlanjut.

"Ketidakstabilan global itu tidak bisa dihindari, akan jalan terus. Malahan kalau tadinya dibilang paling hanya sampai kuartal pertama tahun depan, sepertinya tidak," katanya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (5/10).

Mantan Gubernur Bank Indonesia itu menjelaskan bahwa situasi perang dagang yang sedang mengemuka saat ini tidak bisa direm, sehingga turut membuat ketidakpastian berlanjut makin lama.

Baca juga: Fed katakan normalisasi moneter AS masuki tahap akhir

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ganet Dirgantara
COPYRIGHT © ANTARA 2018