Jakarta (ANTARA News) - Rakyat biasa yang harus memeras keringat dan memutar otak demi menyambung hari esok pun ternyata tidak luput dari jeratan mafia peradilan. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Tandiono Bawor Purbaya, mengungkapkan fakta itu pada acara diskusi evaluasi kepemimpinan Mahkamah Agung (MA), di Jakarta, Kamis, berdasarkan pengaduan yang masuk ke LBH Semarang. Tandiono menyebutkan, pernah terjadi seorang warga yang kehilangan sapi dan melapor ke Polsek ternyata harus menebus sapinya seharga Rp2,5 juta di tiga polsek berbeda saat sapinya itu berhasil ditemukan. "Sehingga, uang yang harus ia keluarkan untuk menebus kurang sedikit dari harga sapinya," ujarnya. Tandiono juga menuturkan, seorang wakil ketua Pengadilan Negeri (PN) juga pernah dilaporkan oleh seorang terdakwa karena meminta uang. Terdakwa yang hanya bekerja sebagai tukang becak itu diminta uang senilai Rp300 ribu. Karena hanya sanggup membayar Rp100 ribu, sisanya yang Rp200 ribu dianggap utang dan terdakwa harus mengalami tiga kali penundaan sidang sampai hakim mendapat kepastian bahwa terdakwa bersedia membayar. Tandiono mengatakan, praktik mafia peradilan sudah meluas dan bahkan telah menjerat rakyat yang hidupnya pas-pasan. Ia menambahkan, LBH sampai mendapat tawaran dari para seniman dan dalang di kawasan Jawa Tengah untuk membuat konsep pentas wayang yang bertema mafia peradilan. "Biar kita sosialisasikan mafia peradilan itu seperti apa. Biar rakyat kecil tahu gambaran mafia peradilan," ujarnya. Anggota DPR, Mahfud MD, yang hadir dalam acara diskusi itu mengaku DPR tidak bisa berbuat banyak menanggapi keluhan masyarakat tentang maraknya mafia peradilan. Menurut dia, tidak seperti hubungan DPR dengan pemerintah yang bisa mengawasi dan mengkritisi melalui rapat kerja, DPR hanya memiliki hubungan konsultasi dengan MA. "Yang bisa dilakukan DPR adalah mengundang untuk rapat konsultasi yang isinya hanya tukar menukar informasi, saling menjelaskan," ujarnya. Mahfud mengatakan sebagai lembaga politik yang terdiri atas berbagai partai dan juga membawa berbagai kepentingan, sudah pasti DPR tidak pernah sampai pada satu sikap yang sama. "Kalau ada anggota yang mengkritik MA tentang satu isu, bisa saja ada anggota lain yang tak peduli dan bahkan ada yang bertendesi membela," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007